By: Faruq Junaidi
(Telah edit oleh Patani Fakta dan Opini)
Thailand merupakan salah
satu negara diantara negara negara di kawasan asia tenggara. Secara geografis,
kawasan asia tenggara merupakan kawasan antara benua Australia dan daratan
China, daratan India sampai laut China. dengan begitu, Thailand cukup mudah
untuk dijangkau para pelancong dari zaman ke zaman untuk mencari penghidupan
maupun penyebaran agama.
Majority penduduk Thailand
beragama Budha, hanya sedikit yang beragama Islam dan Konghucu. Akan tetapi
umat Islam di Thailand merupakan minority yang berkembang cepat dan merupakan
minority terbesar setelah China,
The Muslims are a significant minority group in Thailand. They are the second
largest minority next to the Chinese.[1] Seperti halnya kaum minority di
negara-negara yang lain, kawasan Thailand bagian selatan yang
merupakan basis masyarakat Melayu-Muslim adalah daerah konflik agama dan
persengketaan wilayah dengan latar belakang ras dan agama yang berkepanjangan.
Lebih lebih ketika kerajaan Melayu dihapuskan pada tahun 1909, masyarakat
melayu Patani dalam keadaan sangat tertekan. Khususnya pada pemerintahan Pibul
Songgram (1939-44), orang Melayu telah menjadi mangsa dasar asimilasi
kebudayaan.[2] Bahkan sampai saat inipun masyarakat
muslim minority Patani Thailand
menghadapi diskriminasi komplek dan teror yang berlarut-larut. Sehingga
kehidupan sosial maupun politik menjadi sangat terbatas. Hal ini senada dengan
apa yang dikatakan Nik Anuar,
“Sengketa di perbatasan
negeri berlaku di merata dunia sepanjang masa. Bukan sedikit tentera dan orang
awam terkorban sebelum Bukit Golan jatuh ke tangan Israel, India dan Pakistan
berbalah hingga ke saat ini bagi mengesahkan hak ke atas Kashmir. Demikian juga
halnya dengan isu Patani, Mindanao, Aceh, Timor Timur, Pulau Batu Putih, Pulau
Layang-layang dan Spratly yang turut dituntut oleh Malaysia. Bukit Golan yang
subur, Kashmir yang indah kepada pelancong, Spratly yang strategik bagi dan
dikatakan sarat dengan petroleum di perut buminya, tapak Masjid Babri kerana
sentimen agama terdahulu – semua ini menjadi alasan bagi sengketa, perbalahan
dan perebutan.”
Konflik berkepanjangan di ‘PATANI’
tak ada bedanya dengan konflik minority muslim di pulau Moro Philipina dengan
organisasi MILF. Keadaan tertekan seperti ini perlu adanya atensi yang lebih
dari semua umat Islam dan membantu secara materi maupun moral demi mewujudkan
komuniti muslim yang berdampingan damai dengan komuniti yang lainnya. Maka dari
itu, penulis lewat artikel ini akan membahas secara singkat dan padat tentang
sejarah panjang masuknya Patani di Sealatan Thailand serta keadaan sosial dan
politik minoriti muslim di daerah konflik, yaitu Thailand bagian selatan.
Sejarah masuknya Islam di Thailand selatan
Karena studi ini merupakan studi agama dalam cakupan kawasan, maka Sebelum
memasuki ranah antropologi-dalam hal ini keadaan sosial-politik masyarakat Melayu
muslim minority di Thailand
selatan-diperlukan pendekatan dan penelitian dari ranah sejarah. Pasalnya,
studi kawasan-keagamaan mempunyai cakupan yang komplek dari sebuah kultur
politik, ekonomi, bahasa, adat, sosial dll.[3]
Islam tidak serta merta ada
di negeri Siam (sekarang Thailand). Meskipun Islam merupakan agama
majoriti di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam, akan tetapi Islam
merupakan agama minority di daratan utama asia tenggara yang telah huni oleh
Hindu dan Budha jauh sebelum Islam datang ke daerah tersebut sekitar abad ke-9,
In mainland Southeast Asia, however, Islam has been a minority religion and
Buddhism is a national religion. Historically the region had been dominated by
Hinduism and Buddhism for centuries before the arrival of Islam around the
ninth century.[4]
Hal ini sedikit bertentangan dengan apa yang dikemukakan Azyumardi Azra
dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Asia Tenggara, bahwa Islam masuk di
Thailand diperkirakan pada Abad ke-10 atau ke-11.[5] di kawasan Thailand selatan atau tepatnya di
Kerajaan Patani. Islampun masuk ke daerah kerajaan Patani melalui pedagang-pedagang
muslim dari Arab dan India[6] karena daerah Patani merupakan daerah
yang maju dan strategis untuk disinggahi.[7] yang mana mereka disebut sebagai khek
Islam atau orang muslim sebelum kerajaan Siam
(Thailand)
dibentuk. Karena pada awalnya, Pattani merupakan daerah yang terpisah dari Siam (saat ini Thailand),
Muslims have been in Thailand
since before the formation of the Thai kingdoms in the ninth century. [8]
Pada mulanya, Patani sendiri merupakan kerajaan yang terletak di sebelah Selatan
Thailand
dengan majority penduduk melayu yang dipimpin oleh penguasa muslim yang bernama
Sulaiman. [9] dan Siam pada waktu itu berusaha untuk
menguasai Patani dengan mengirimkan pasukannya berkali kali akan tetapi selalu
gagal. Hingga pada pemerintahan Sultan Muzhaffar, Pattani menuju zaman
keemasannya[10] sehinnga menarik ketamakan Siam untuk
kembali meguasai Patani dan akhirnya dapat menguasainya setelah perang bertahun
tahun.
Dari sinilah permulaan pemberontakan kaum Melayu Patani untuk melepaskan
diri dari penjajahThailand yang telah menguasainya. Pasalnya,
Siam bersikap keras dan
menekan kaum minority Melayu dengan menyuruh mengganti nama nama mereka dengan
nama Thailand
serta mengambi adat istiadatnya.[11]
Kehidupan Sosio-Politik Minority Melayu Patani.
Pada tahun 1982 diadakan pertemuan di Malaka yang diikuti oleh utusan
beberapa negara Asia tenggara termasuk Thailand. Pada kesempatan itu,
hadir 800 Melayu muslim Thailand
dan terdapat bebrapa lulusan Al Azhar mesir. Mereka berceramah tentang
kehidupan minority Muslim di Thailand. Secara geografis, umat Melayu Muslim di Thailand bertempat di empat wilayah selatan Thailand
yaitu;
- Patani
- Yala
- Narathiwat
- Songkhla
Dengan jumlah penduduk Melayu keseluruhan di Patani lebih dari 3 juta jiwa. Sedangkan di Thailand majority
penduduknya beragama Budha.[12] Kaum muslim di Thailand sendiri terbagi
menjadi 2 bagian. Muslim Melayu dan muslim non Melayu. Dengan persentase 80% :
20%.[13]
Dalam tatanan sosial, Melayu
di Selatan Thailand
mendapatkan julukan yang kurang enak untuk didengar. Yaitu khaek yang
berarti orang luar, pendatang atau tamu. Meskipun pada mulanya khaek
merupakan term untuk makro-etnis bagi orang selain Thai tapi lama
kelamaan term tersebut dipakai pemerintah untuk mendeskripsikan kaum
melayu-muslim diselatan Thailand.[14]
Hingga istilah Thai-Islam dibuat pada 1940-an. Akan tetapi istilah ini
menimblkan kontradiksi karena istilah “Thai” merupakan sinonim dari kata
“Budha” sedangkan “Islam” identik dengan kaum muslim melayu pada waktu itu. Jadi bagaimana mungkin seseorang menjadi
budha dan muslim pada satu waktu? Maka dari itu kaum melayu Patani lebih suka
dipanggil Malay-Islam,
‘The problem is that, while the word “Thai” is synonymous with “Buddhism”,
for the Malay-Muslims the word “Muslim” also means “Malay.” So how can they be
both “Thai” and “Islam”? The category of “Thai-Islam”, therefore, has been
regarded as insensitive, if not an insult, on the part of the Thai government
by the Muslims, especially those in the South. They prefer to be called by the
historically and politically correct term Malay-Muslims’ [15]
Dari problem rasial seperti
di atas, timbullah pengelompokan kaum muslim di thailand menjadi 2 golongan.
Pertama, assimilated group. Atau
golongan yang terasimilasi atau berbaur dengan kaum majority yaitu agama
masyarakat Thai-Budha pada segala bidang tatanan kehidupan hanya saja tidak
sampai pada masalah keagamaan.
Kedua,
unassimilated group. Atau golongan yang tidak berbaur namun menyendiri
di Thailand
bagian Selatan. Yang masih menunjukkan kultur melayu-Islam pada nama, bahasa
dan adat. Golongan ini
bertempat tinggal di daerah Yala, Narathiwat dan Pattani. Kecuali sebagian
daerah Songkhla yang sudah terasimilasi dengan kelompok majority Thai.[16]
Dalam kaca mata historis,
kehidpan sosio-politik kaum Melayu Patani di Thailand selatan khususnya bisa dibagi
menjadi tiga fase.
Fase Kerajaan
Melayu Patani.
Menurut A.Teeuw dan Wyatt
kerajaan ini berdiri sendiri tanpa aturan dari kerajaan Siam atau Thailand.
Fase ini dimulai sekitar abad ke-14. dimana kerajaan melayu Patani telah
dibentuk,
“A.Teeuw dan Wyatt
berpendapat bahawa Patani telah ditubuhkan sekitar pertengahan abad ke-14 dan
ke-15. Pendapat mereka berasaskan kepada tulisan Tomes Pires dan lawatan
Laksamana Cheng Ho ke rantau ini dalam tahun 1404-1433 T.M. (Teeuw & Wyatt
1970,3). Mengikut Hikayat Patani pula, Kerajaan Melayu Patani berasal dari
kerajaan Melayu yang berpusat di Kota Mahligai yang diperintah oleh Phya Tu
Kerab Mahayana (Teeuw & Wyatt 1970,68).”[17]
Kehidupan Patani di semenanjung Siam yang strategis menjadi tujuan
pedagang pedagang dari berbagai penjuru dunia, sehingga menjadikan Patani
daratan yang ramai dan sibuk. Sehingga dalam waktu yang singkat Patani telah
menjadi kerajaan yang kuat dan ramai dari segi ekonomi maupun politik. Hubungan Patani dengan luar negeri
yang baik menjadikannya selamat dari penjajahan negara Siam, Portugis dan
Belanda.
Islam masuk di kerajaan Melayu-Patani sekitar abad ke-13. historically,
the muslim presence in traditional thai polity is traceable to the 13th century
in the Sukhothai era. It was, however, during the Ayutthayant period that
muslim asserted their dominan position.[18] Nik Anuar Nik Mahmud menambahkan bahwa
Islam masuk ke kerajaan Patani pada abad ke-13 dan lebih awal dari malaka, Islam
telah bertapak di Patani lebih awal daripada Melaka (Mills 1930). Dalam hal
ini, Teeuw danWyatt berkeyakinan bahawa Islam telah bertapak di Kuala Berang,
Terengganu, iaitupada sekitar 1386- 87 T.M. (Teeuw & Wyatt 1970, 4).[19]
Keadaan yang seperti ini menjadikan kerjaan melayu Patani menjadi tujuan
para pedagang pedagang muslim maupun non muslim dari belahan bumi barat dan
menancapkan ajaran agama Islam pada sekitar abad ke-13.
Fase Kerajaan
Melayu-Pattani dalam Kekuasaan Kerajaan Siam
Fase ini dibagi menjadi
beberapa bagian dimana Kerajaan Melayu Patani mendapatkan hak otonomi dari
kerajaan Siam sebelum tahun 1808 M. Dan lambat laun mendapat pengaruh dari
Sukhotai. Penjelasan struktur melayu patani di bawah kekuasan Thailand ada pada
tabel berikut ini,
Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa muslim Patani menjadi minority yang
sepenuhnya diatur dibawah kekuasaan Siam-Thailand. Hingga pada akhirnya Kerajaan
Melayu Patani yang berada di wilayah selatan Thailand dibagi dalam empat
propinsi, Pattani, Yala, Narathiwat dan Songkhla.[20]
Fase Modern Melayu di Thailand Selatan.
Dimana masuknya pengaruh pengaruh barat pada awal abad ke-19 telah merubah Siam
menjadi modern pada berbagai bidang, ekonomi, politik dan pendidikan. After
years under colonial rule-both direct and indirect in the case of Siam or Thailand-the society and politics
of the region had been shaped largely by modernization, including an invention
of a centralized administrative government, a modern education system and a
modern economy. [21]
Hal serupa telah memberi pengaruh pada generasi muda Melayu Patani di
Thailand Selatan yang selama ini dalam kekuasaan Thailand dan menumbuhkan
semangat nasionalisme dalam diri mereka untuk menjadi merdeka dan berdiri
sendiri dari kekangan Thailand, Thus, it can be said that the Western
impact that drove Siam to secure its independence and modernization also gave
the Malay-Muslim states an opportunity to assert its own autonomous state and
religion vis-à-vis the modernized Thai nation-state [22]
Pibul Songgram |
Pada 25 januari 1941, Thailand
mengobarkan perang melawan Britain,
akan tetapi berbeda dengan Amerika yang membiarkan kedua negara tersebut
bertikai. Hal ini dimanfaatkan oleh Patani dan wilayah melayu muslim Thailand selatan untuk memanfaatkan Britain membantu mereka merdeka dari belenggu Thailand dan
dipimpin oleh Tengku Muhyidin. [23]
Akan tetapi Britain
mempunyai kehendak lain dibalik perseteruannya dengan Thailand sehingga tengku Muhyidin
sadar bahwasanya dirinya telah menajadi mangsa percaturan politik
Britain-Thailand.
Tengku Muhyidin |
Perjuangan belum berakhir.
Kegagalan merebut kemerdekaan bagi wilalyah Melayu Patani di Thailand
selatan telah memunculkan gerakan gerakan baru yang lebih besar. Pada tahun
1950 dan seterusnya hubungan Melayu Patani dengan penguasa Thailand
diliputi ketidakpercayaan, kecurigaan dan kesalahpahaman yang berlarut larut.
Hal itu dikarenakan ketidak setujuan komuniti Melayu pada aturan aturan dan
proses asimilasi yang dilakukan oleh pemerintah Thailand kepada
komuniti Melayu Patani,
“From the late 1950s to the present, relations between the Malay-Muslims of
the South and Thai authorities have been relatively the same. Mistrust,
patronizing and misunderstanding on the part of the government officials are
still prevalent. Fear, resentment and disapproving of Thai rule and power are
also rampant among the Malay-Muslims. Similar policies aimed at integration and
assimilation of the Muslims are still being prescribed to the local offices.” [25]
Pada tahun 1970, diberlakukan operasi pembersihan gerakan anti-pemerintah
diwilayah Melayu Patani Thailand
selatan. Keadaan menekan tersebut menimbulkan reaksi keras dari komuniti Melayu
Patani dengan bermunculannya gerakan pemberontakan dan pembebasan wilayah Melayu
Patani; Barisan Nasional Pembebasan Pattani (BNPP), Barisan Revolusi Nasional
(BRN), Bertubuhan perpaduan Pembebasan Pattani (PPPP) atau PULO. Yang menjadi
motor pergerakan pembebasan Melayu Patani dan wilayah muslim lainnya.
Akan tetapi, Pergolakan menahun antara muslim minority dengan pemerintah,
menurut Patrick Jory, sebenarnya adalah perseteruan dua etnis, Melayu-Patani
dengan etnis “Thai” sebagai majority. Akan tetapi mengapa pada saat ini menggunakan label agama “Islam”? Masih
menurut Patrick Jory, bahwa pada masa kolonial, pemerintah berusaha untuk
menghilangkan istilah “Malay” (melayu) pada masyarakat Thailand selatan dan menggantinya
menjadi “Thai-Muslim” atau “Thai-Islam”. Karena identity melayu akan
memberikan kekuatan menumbuhkan semangat nasionalisme dan berusaha berpisah
dari pemerintah Thailand,
it feared that with the new, post-colonial logicof nation-based states, recognition
of the people of the region as “malay” might give credibility to demands for
the separate malay state.[26] Dan diharapkan dengan pergantian
linguistik tersebut, gerakan asimilasi malay-muslim dengan thai-budha akan
tercapai, the government has attempted to replace it with the religious
label “Thai-Muslim” in the hope that this linguistic change would contribute to
the overall goal of assimilation.[27]
Terlepas dari konflik etno-religious yang terjadi, umat Melayu Patani di
Thailand selatan di masa kontemporer ini telah mengalami peningkatan yang
signifikan di berbagai bidang. Meskipun
tetap berada dalam tekanan dan diskriminasi dari pemerintah Thailand. Melayu
Patani bukanlah komuniti baru dan juga bukan komuniti yang dipinggirkan. Maka
dari itu Melayu Patani saat ini adalah bagian tak terpisahkan dari masyarakat
Thailan secara keseluruhan dan tetap menjadi minority di berbagai bidang,
sosial maupun politik. The muslims today just as the past continue
to be numerically and politically significant as national minority in modern-day
Thailand.
[28]
Epilog.
Melayu Patani di Thailand
mempunyai sejarah tersendiri yang bisa dibilang tragis dan berliku. Mulai dari
abad ke-13 dimana Agama Islam menapakkan kakinya di kerajaan Patani dan
kemudian menjadi majority di wilayah tersebut. Masyarakat Melayu Patani saat
ini telah menjadi bagian integral dari keseluruhan pemerintahan dan komuniti
Thailand dari beberapa abad yang lalu. Secara historis, kultur dan ekonomi,
masyarakat minority Melayu Patani telah mengalami peningkatan yang signifikan
dari waktu ke waktu. Akan tetapi mereka tetap berusaha menjadi bagian komuniti
yang dipahami.
Hal itu berangkat dari
background masyarakat Melayu Patani sendiri, yaitu komuniti Melayu Patani yang
dari awalnya berdiri sendiri dan kemudian dikuasai oleh Siam atau Thailand. Dan
saat ini, dimana modernisme merambah semua negara dan Thailand menjadi negara
demokrasi, Melayu Patani mulai dipandang positif oleh komuniti yang lainnya. Hal
ini memunculkan era baru antara muslim-pemerintah yang memberikan ruang lebih
luas bagi umat Melayu Patani merambah dunia politik dan ekonomi. Hal ini
tampak dari pertumbuhan masjid di Thailand yang berkembang pesat; Bangkok 159
masjid, Krabi 144 masjid, Narathiwat 447 masjid, Pattani 544 masjid, Yala 308
masjid, Songkhla 204 masjid, Satun 147 masjid.[29] Dan beberapa masjid di berbagai kota di Thailand.
Biarpun begitu, minority Melayu Patani masih jauh dari kelapangan dalam hidup.
Karena mereka tetap menjadi minority yang mendapatkan tekanan dan diskriminasi
yang tak henti henti.
Wallahu a’lam bisshawab…
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Al-Habib, 2001, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh, Jakarta: Lentera
Basritama.
Anuar, Nik Mahmud, 2004. Sejarah Perjuangan Melayu Patani 1885-1954,
Saremban.
Aphornsuvan, Thanet, 2003. History and Politics of The Muslim in Thailand, Thammasat University
Azra, Azyumardi, 2005, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII, Jakarta:
Kencana.
Farouq, Omar Bajunid, The Muslim In Thailand: A Review, at
Shouteast Asian Studies, (Volume 37. No. 2 September 1999)
Jory, Patrick, dalam Religious Labelling. From Patani Malayu To Thai
Muslim, jurnal ISIM, (Volume 18, Autumn 2006)
Ma’afi, Rif’at Husnul, “Pendekatan Studi Kawasan dalam Studi Islam” dalam Kalimah:
Jurnal Studi Agama-agama dan Pemikiran Islam (Volume 4 Nomor 2 September
2006, hal. 137-153).
Maryam, Siti (Eds.), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga
Modern Yogyakarta: Lesfi
[1] Thanet Aphornsuvan, History and Politics
of The Muslim in Thailand, (Thammasat
University: 2003), hal. 3
[2] Lihat Nik Anuar Nik Mahmud, Sejarah
Perjuangan Melayu Patani 1885-1954, (Saremban: 2004), hal. 2
[3] Drs. Rif’at Husnul Ma’afi, M.Ag, Jurnal
Kalimah, (Vol. 4 No. 2 September 2006) menurut pengarang, studi kawasan
merupakan studi kritis ilmiah yang mendasarkan pada penelitian suatu wilayah
geografis tertentu yang memiliki ciri ciri tipologi baik bahasa, adat istiadat,
budaya, ekonomi, sosial, andtropologi dan lainnya. Dan hal ini membuthkan membutuhkan
pendekatan sosial keagamaan yang interdisipliner.
[4] Thanet Aphornsuvan, op.cit., hal. 7
[5] Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A, Ed, Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, Asia Tenggara, No. 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002),
hal. 466
[6] Siti Maryam, Eds., Sejarah
Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta:
Lesfi, 2004), hal. 332
[7] Juga ditambahkan dalam bukunya bahwa Pattani
adalah sebuah kerajaan yang termaju di Semenanjung Tanah Melayu dan sebuah
pelabuhan yang penting sejak kurun ke-8 Masehi kerana Teluk Langkasuka (Teluk
Pattani sekarang) sangat sesuai dijadikan tempat kapal-kapal dagang berlabuh
dan berlindung daripada ribut tengkujuh. Lihat Thanet Aphornsuvan, op.cit.,
hal. 3
[8] dan sinilah permulaan penyebaran agama Islam
dimulai yang kemudian merambah daratan Sumatra,
Jawa, dan Kalimantan.Lihat Thanet Aphornsuvan, op.cit., hal. 7
[9] Al-Habib Alwi, Sejarah Masuknya
Islam di Timur Jauh, (Jakarta: Lentera Basritama, 2001), hal. 139-140
[10] Pada masa itu, pattani merupakan
daerah yang sangat maju dalam hal perdagangan, pertanian dan kemakmuran. Bahkan
membuat senjata senjata berat seperti meriam dan menjualnya. Sehingga banyak
orang barat yang datang berkunjng dan mengaguminya. Lihat Al Habib Alwi,
Ibid, Hal. 140
[11] Al Habib Alwi, Ibid, hal. 140
[12] Ibid. hal. 141
[13] Lihat Thanet Aphornsuvan, op.cit.,
hal. 7: The Malays are the majority at 80%, while the Thai, Pakistani, Indian,
Chinese and others of Muslim faith constitute about 20% of the Thai-Muslim
population.
[14] Thanet Aphornsuvan, op.cit., hal.
5
[15] Thanet, op.cit. hal. 5
[16] Thanet, op.cit., hal. 5
[17] Nik Anuar Nik Mahmud, op.cit.,
hal. 4
[18] Omar Farouq Bajunid, The Muslim In Thailand:
A Review, at Shouteast Asian Studies, (Volume 37. No. 2 September 1999)
[19] Nik Anuar Nik Mahmud menambahkan bahwa
Islam masuk ke kerajaan melayu-Patani melalui seorang ulama dari Pasai, Syeikh
Said, telah menukar namanya kepada nama Islam iaitu Sultan Ismail Syah
Zillullah Dil Alam (Teeuw &Wyatt 1970, 68-69). Semenjak itu, Patani telah
menjadi tumpuan saudagar-saudagar Islam dan menjadikannya sebagai pusat
perdagangan Timur-Barat yang terkenal di rantau ini. Lihat Nik Anuar Nik
Mahmud, op.cit. hal. 4
[20] Table diatas diambil dari History and
Politics of the Muslims in Thailand karya Thanet, op.cit., hal. 33
[21] Thanet, op.cit., hal. 14
[22] Thanet, op.cit., hal. 14
[23] Tengku Muhyidin, seorang ulama patani
terpilih ntuk memikul tanggung jawab pergerakan pemebebasan mslim thailand
selatan. Beliau dilahirkan di patani pada tahun 1905.begitulah tengku muhyidin
besekutu dengan inggris yang saat itu berseteru dengan Thailand untuk membebaskan wilayah patani
wilayah muslim lainnya di selatan Thailand. Lihat Anuar Nik Mahmud, op.cit.,
hal. 34
[24] Perjuangan ini diteruskan oleh Haji Abdul
Kadir yang mempunyai kedekatan politik dengan penasihat muslim Thailand
yang mempunyai hubungan langsung dengan perdana menteri Pridi Banamyong. Akan
tetapi, belum berbuah perjuangan Abdul kadir hingga Pridi Banamyong
mengundurkan diri karena dituduh terlibat dalam kematian raja Ananda Mahidol.
Lihat Nik Anuar Nik Mahmud, op.cit., hal 34
[25] Thanet, op.cit., hal. 27
[26] Patrick Jory, dalam Religious
Labelling. From Patani Malayu To Thai Muslim, jurnal ISIM, (Volume 18,
autumn, 2006) hal. 42
[27] Ibid, Patrick Jory, hal. 42
[28] Ibid, Patrick Jory, hal. 221
[29] Ibid, Patrick Jory, hal. 231
Tidak ada komentar:
Posting Komentar