Right Of Self Determination - Give Back For The PATANIAN Entire Land

Rabu, November 21, 2012

Peperangan Psikologi di Selatan Thailand


Suatu Perang psikologi dalam upaya memenangkan suatu peperangan, dalam dunia global. Kita perlu tahu bagaimana peran psikologi cukup berpengaruh dalam melakukan rekayasa untuk melemah masyarakat dalam suatu peperangan.

Secara umum tujuan perang psikologi berusaha untuk melemahkan  moral spirit anggota suatu masyarakat, dan mempengaruhi taraf keutuhannya. Ia juga menumbuhkan rasa gentar, ngeri,  dan takut, serta mengangkat keinginan pihak yang bersangkutan. perang ini juga untuk memasukkan pengaruh aliran dan corak pemikiran, serta memaksa orang Melayu Patani menerima realita yang dipaksakan.

Mungkin bisa menilai bahwa perang psikologi oleh pihak kerajaan kolonial Thailand terhadap masyarakat Melayu Patani dengan menggunakan semua sarana dan prosedur propaganda atau non propaganda yang dilakukannya guna mempengaruhi moral masyrakat orang Melayu di provinsi – provinsi di Selatan. Hal itu tercermin dalam mempengaruhi keinginan, aliran, keyakinan, perasaan, dan pola pikir serta corak perilakunya. 

Sasaran-Sasaran Perang Psikologi 
Perang psikologis pihak kerajaan kolonial Thailand digunakan untuk mencapai beberapa keuntungan dan tujuan dengan cara merealisasikan sasaran-sasaran berikut :
  1. Mendapatkan dukungan international dengan cara membuat opini international atau menyesatkan keatas orang Melayu Patani dengan keabsahan suatu masalah.
  1. Menanamkan benih-benih kehancuran dan perpecahan dalam kesatuan bangsa Melayu Patani, melalui cara menanamkan orang Melayu sebagai alat untuk menentang perjuangan pro-kemerdeaan.
  1. Menanamkan benih-benih keraguan dalam masyarakat orang Melayu Patani, dengan cara membuat keraguan pada akidah dan nilai-nilai agama dengan pendekatan brain wash. 
  1. Menanamkan keraguan  terhadap prinsip-prinsip Nasionalisme dan Sejarah.
  1. Menanamkan keraguan terhadap potensi masyarakat untuk mencapai kemenangan.
  1. Menanamkan keraguan terhadap kemampuan pemimpin-peminpin pejuang

Konspirasi dan Rekayasa Kolonial
Salah satu teknik perang psikologi kolonial Thailand dengan pendekatan rekayasa konflik dan merangkai konspirasi dengan cara memanipulasi peristiwa-peristiwa penembakan atau pembunuhan kemudian membesar-besarkannya agar terjadi konflik kepentingan untuk mempengaruhi psikologi dan mental rakyat Melayu Patani. Walaupun penembakan dan  pembunuhan keatas etnis Melayu Muslim disebaliknya itu Squad kematian bentukan pemerintah Thailand diduga berada dibalik pembunuhan dan penyerangan secara diam-diam terhadap umat Muslim di provinsi perbatasan selatan. Tetapi,  pemerintah Thailand tetap menuduh bahwa pelaku pembunuhan itu adalah pejuang kemerdekaan Patani.

Kerajaan kolonial Thailand juga melakukan rekayasa konflik, untuk memenangkan peperangannya. Karena zona-zona keamanannya mencakup suatu persatuan yang disebut persatuan penyulut konflik. Kerajaan Thailand memanipulasi rekayasa konflik dan membesar-besarkan peristiwa dengan memakai alasan yang lemah dan merealisasikan  tujuan–tujuan  strategisnya. Sudah teramat banyak bukti-bukti yang menguatkan hal tersebut.  

Kerajaan Thailand juga membangun program “Santisuk” dalam pendekatan pembangunan sebesar 300 juta dolar AS ditambah 400 juta dolar AS untuk memberikan kredit mikro bagi masyarakat Melayu untuk mengembangkan sarana pendidikan dan komunikasi. Kerajaan juga memberikan peluang dan kesempatan kerja penduduk di wilayah propinsi selatan dan memberi kesempatan bagi penduduk untuk ambil bagian dalam pengelolaan SDA sebagai tawaran manis buat seketika. 

Dalam kebijakan Militer, kerajaan Thailand mengeluarkan surat perintah penangkapan yang dituduh mendalangi serangan di Thailand Selatan walaupun mangsa hanya sebagai 'Kambing Hitam'. Kerajaan Thailand juga menyebar tentara dan polis bersenjata berat di wilayah rawan bahgian Selatan.

Tak Akan Pernah Menyerah. Tetap Teguh Berlawan
walau tipu daya pikiran mereka makin canggih dan meluas,
walau tindesan dan kekerasan psikis
dan fisik mereka semakin brutal.....

Salam Revolusi 















 

Minggu, November 11, 2012

Center for Peace and Conflict Resolution Studies

Baru-baru ini Pusat Studi Perdamaian dan Resolusi Konflik/Center for Peace and Conflict Resolution Studies (CPCRS) membuat sebuah kajian terkait dampak bantuan terhadap perdamaian di tiga wilayah konflik, Thailand (Pattani, Yala, dan Narathiwat).

Kegiatan ini dipusatkan di Anantara Resort Hotel, sebuah hotel di pinggiran pusat Kota Bangkok yang menghadap ke Sungai Chao Phraya (Mae Nam) yang panjangnya 375 kilometer. Kajian ini dihadiri beberapa peneliti untuk isu konflik dan perdamaian dari berbagai negara, juga para pekerja kemanusiaan dari lembaga internasional.

Konflik di Thailand Selatan, sedang didorong oleh komunitas internasional ke arah perdamaian antara Pemerintah Thailand dengan etnis Melayu di Selatan Thailand yang juga telah berkonflik selama puluhan tahun.

Di Thailand Selatan, beberapa lembaga internasional juga bekerja untuk mempromosikan demokrasi, keadilan, HAM, dan mendorong proses perdamaian agar dapat diwujudkan. Di mana proses perdamaian tidak terlepas dari peran masyarakat internasional yang mendorong pemerintah Thailand untuk mencari penyelesaian konflik tersebut. Namun, dalam konteks konflik di Thailand Selatan sendiri, peran lembaga ini masih sangat kurang dalam memengaruhi dinamika politik, konflik, dan keamanan. 

Alhasil, semuga hasil kajian ini diharapkan akan melahirkan suatu pendekatan yang lebih sesuai dalam rangka mewujudkan penguatan komponen-komponen untuk demokrasi dan perdamaian terhadap etnis Melayu Muslim di bahgian Selatan negeri Gajah Putih ini.
 

Senin, November 05, 2012

Thailand Ikutserta Bali Demokrasi Forum

Forum ini diantaranya akan dibahas keamanan dan perdamaian dalam demokrasi, hak asasi manusia dalam demokrasi, hingga demokrasi dan pembangunan ekonomi.

Bali Democracy Forum (BDF) yang akan diselenggarakan di Nusa Dua, Bali 8-9 November mendatang akan dihadiri 12 kepala negara dan 27 menteri yang didominasi dari kawasan Asia.

Kepala negara yang sudah memastikan keikutsertaannya dalam BDF kali ini adalah China, Australia, Korea Selatan, Yaman, Thailand, Timor Leste, Brunai Darussalam, Myamnmar, Papua Nugini, dan Indonesia. "Australia dan Korea Selatan bertindak selaku Co-Chair," ujar Direktur Kerjasama Teknik Kementrian Luar Negeri, Siti Nugraha Mauludiah di Denpasar, Senin (05/11/2012).

Sampai saat ini, peserta yang sudah mendaftarkan diri mencapai 1.246 orang dari 73 Negara. Kepala negara dan menteri yang berhalangan hadir akan digantikan oleh observer masing-masing negara.

Sejumlah isu akan dibahas dalam forum ini diantaranya keamanan dan perdamaian dalam demokrasi, hak asasi manusia dalam demokrasi, hingga demokrasi dan pembangunan ekonomi.

Even tahunan ini rencananya akan dibuka oleh Presiden SBY dan selanjutnya 10 kepala negara akan membacakan pidato tentang demokrasi. 
 

Kamis, November 01, 2012

Guru Agama Pondok Haji Harun Gugur Terkena Tembakan

Tepatnya hari Selasa 30 Oktober 2012, Seorang guru agama gugur tertembak di wilayah selatan Thailand yang rawan konflik. Pihak berwenang Thailand belum mengetahui siapa dalang dari penembakan ini.

Dalam laporan yang dikeluarkan oleh polis, penembakan tersebut terjadi pada pukul 7 pagi waktu setempat di distrik Yarang, Provinsi Pattani. 

Selama ini Provinsi Pattani kerap dipenuhi aksi penyerangan yang melibatkan antar Pejuang Kemerdekaan Patani dengan pemerintah kolonial Thailand. Peperangan ini, menyebabkan warga Muslim dan Budha sering menjadi sasaran wilayah tersebut.

Korban bernama Mahama Ma-ae, merupakan seorang guru agama Islam Pondok Haji Harun atau dengan nama Thamvitaya Mulniti Shcool yang terletak di distrik Muang, Provinsi Yala  berhampiran dengan masjid Besar Yala. Pria berusia 47 tahun itu hendak pergi ke tempatnya mengajar.

Saat berada di jalanan, mobil yang dikendarai Mahama tiba-tiba saja dihadang oleh mobil lain dan ditembaki dengan senapan M-16 dari belakang mobilnya. Mahama tertembak beberapa kali di badan dan kepalanya.

Saat ini polis sedang melakukan penyelidikan akan siapa yang bertanggung jawab atas penembakan tersebut. Mereka belum memiliki petunjuk jelas atas penembakan tersebut.

Menurut masyarakat setempat, orang-orang yang diduga penembakan tersebut sebagai Squad kematian pemerintah.

Sejak Januari 2004 lebih dari 5.000 orang terbunuh dan 8.000 lainnya luka-luka di wilayah Thaliand selatan. Adapun provinsi yang kerap dilanda kerusuhan antara lain provinsi Yala, Pattani, dan Narathiwat.