Right Of Self Determination - Give Back For The PATANIAN Entire Land

Jumat, Agustus 17, 2012

Thailand Klaim Mengadakan Pembicaraan Perdamaian dengan Gerilyawan Patani

Thailand, Kamis kemarin (16/8) mengklaim sedang melakukan perundingan dengan anggota kelompok Pejuang Kebebasan Patani di selatan negara itu.

Pemerintah telah mengesampingkan pembicaraan damai di masa lalu, terakhir pada bulan April, tetapi Yutthasak Sasiprapa, seorang wakil perdana menteri yang bertanggung jawab atas keamanan di selatan, membenarkan telah terjadi perubahan dari sikap pemerintah.

"Sekarang kami sedang mengadakan pembicaraan damai dengan kelompok pejuang yang berbeda tetapi kami masih tidak jelas apa yang mereka inginkan," katanya kepada wartawan.

Perbatasan Selatan Provinsi Administrasi Pusat, sebuah badan pemerintah yang bertanggung jawab atas operasi keamanan di selatan, mengatakan pembicaraan sedang berlangsung dengan anggota dan mantan kelompok yang aktif di wilayah tersebut.


Sebelum ini Chaiyong Maneerungsakul anggota Administrasi dan Pengembangan Dewan Penasehat Provinsi Perbatasan Selatan Administrasi Pusat (SBPAC), menyebut pejuang pro-kemerdekaan Patani di tiga provinsi perbatasan selatan Pattani, Yala dan Narathiwat intensitasnya terus meningkat setelah berada dibawah komando Barisan Nasional Resolusi-Coordinate (BRN-Coordinate). 

Dengan taktik gerilya, gerilyawan akan beroperasi di bawah arah untuk menghancurkan apapun milik negara, baik itu kereta atau pos kekuasaan. Mereka melakukan penyergapan dan serangan dengan segala macam bom.

Di bawah tekanan dari masyarakat untuk mencari solusi konflik, pemerintah pada awalnya tampaknya ingin berkonsentrasi pada menekan pejuang, mendirikan pusat komando baru bulan lalu untuk mengawasi operasi itu.

Yutthasak mengatakan bahwa pemerintah sedang penghubung dengan dua kelompok perlawanan utama tetapi pembicaraan itu belum pada tahap negosiasi.

Jenderal Yuthasak juga mengungkapkan bahwa personel keamanan di tingkat operasional telah membahas hal itu dengan beberapa kelompok gerilyawan, untuk mengembalikan perdamaian di wilayah perbatasan Thailand selatan.

Namun para pejabat tidak berbicara dengan para pemimpin Runda Kumpulan Kecil (RKK) sabagai unit ketenteraan yang terorganisir oleh BRN-Coordinet, tetapi dengan dua kelompok yang terpisah.

Etnis Melayu Muslim sebagian besar menentang kehadiran puluhan ribu polis, tentara dan milisi bersenjata Budha di wilayah yang kaya karet di provinsi selatan Thailand.

Lebih dari 5.000 orang tewas sejak adanya gerakan pro-kemerdekaan pada tahun 2004 di provinsi terutama keturunan Melayu Yala, Pattani dan Narathiwat, dan sebagian Songkla yang berbatasan dengan Malaysia.

Provinsi selatan ini adalah bagian dari kesultanan Muslim Melayu Patani sampai dijajah oleh Budha Thailand seabad setelahnya, dan gerakan pro-kemerdekaan kemudian bergerak sejak saat itu.

17 Menteri Menyusun Rencana Penyelesaian Konflik Perbatasan Malaysia-Thailand

PM Thailand meminta komite menilik ulang rencana penyelesaian konflik yang telah terjadi sejak 2004.

Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawatra, menyampaikan ketidakpuasannya mengenai rencana penyelesaian konflik yang disusun 17 menteri untuk mengatasi kekerasan yang terus berlangsung di provinsi perbatasan Malaysia-Thailand, demikian disampaikan Menteri Pertahanan, Marsekal Sukumpol Suwanatat.

Sebuah komite yang  diketuai oleh Wakil Perdana Menteri Yutthasak Sasiprapa dibuat untuk menyusun kebijakan dan strategi untuk menghadapi kekerasan di
Thailand selatan.

"Perdana menteri tidak puas dengan beberapa poin rencana dan mereka akan disesuaikan agar sesuai dengan kebutuhan. Beberapa poin yang tidak dibutuhkan sebaiknya dihapuskan saja,"kata Suwanatat, dilansir dari
AFP.

Pada bulan suci Ramadhan ini, wilayah selatan
Thailand diwarnai insiden berdarah. Setidaknya berlaku insiden pemboman dan penembakan setiap hari yang berlangsung di wilayah yang menjadi lokasi konfik berkepanjangan tersebut. Aksi Pejuang Kebebasan Patani dengan pemerintah colonial Thai-Siam telah tercetus kembali obor Revolusi sejak tahun 2004 di provinsi paling selatan Thailand, yakni di Pattani, Narathiwat, Yala dan sebagian daerah Songkhla.

Serangan bom atau penembakan yang terjadi hampir setiap hari telah menewaskan lebih dari 5000 jiwa dalam kurun waktu delapan tahun.

Minggu, Agustus 12, 2012

PEPIAT: Mahasiswa Asia Tenggara Galang Persatuan

Rombongan PEPIAT (Persekutuan Pelajar Islam Asia Tenggara) Telah Memasuki Selatan Thailand
"Atas krisis yang terjadi di Asia Tenggara inilah, PEPIAT memandang serius akan kepentingan pertemuan para pemimpin organisasi pelajar Islam di di Asia Tenggara"


Dua mahasiswa wakil Indonesia untuk Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara mulai memasuki selatan Thailand. Bersama rombongan Persatuan Pelajar Islam Kelantan (PPIK) yang tergabung dalam wadah PKPIM (Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia).

Keduanya adalah Raushanfikr Muthahhari (HMI MPO) dan Dahroni Agung Prasetyo (Suluh Nusantara), yang ditemani wakil PKPIM, Ibnu Ghazali.

“Telah selamat bertolak ke Rantau Panjang untuk memasuki Selatan Thailand bagi bersama dengan Persatuan Pelajar Islam Kelantan (PPIK) dalam misi Ziarah Selatan Thailand untuk meneruskan agenda resolusi Kongres Persekutuan Pelajar Islam Asia Tenggara (PEPIAT) 2011 untuk memperjuangkan isu keamanan umat Islam di Selatan Thailand,” tulis Afif di halaman Kempen Kesadaran Thailand Selatan, Jumat (10/8/2012).

Pagi tadi mereka telah selamat memasuki tersebut untuk misi selama 3 hari yang bertujuan untuk mengetahui dari dekat kondisi umat Muslim di Patani. Dari kunjungan tersebut nantinya ditentukan tindakan selanjutnya dalam PEPIAT, berupa sumbangan ataupun menyuarakan hak warga Patani di dunia internasional agar konflik berkepanjangan tersebut teratasi.


Menerusi Agenda Resolusi Kongres PEPIAT 2011

Kongres Persekutuan Pelajar Islam Asia Tenggara (PEPIAT) yang diselenggarakan di Kuala Lumpur (5-7 Juli 2011) secara khusus membahas isu-isu kekerasan di Selatan Thailand. Selain dihadri oleh organisasi-organisasi PEPIAT seperti Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia (PKPIM), Persatuan Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) dan sebagainya, diundang juga peserta dari Selatan Thailand.

Peserta dari Selatan Thailand diundang bukan sebagai organisasi anggota PEPIAT melainkan sebagai nara sumber untuk menceritakan kondisi terkini di Selatan Tailand. Salah satu organisasi yang diundang adalah dari Yayasan Pendidikan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia Thailand (FEHRD), tokoh agama dan korban kekerasan tentara di wilayah Selatan Thailand.

Direktur FEHRD Isama-ae Salae memberikan paparananya mengenai berbagai kekerasan yang terjadi di Selatan Thailand. Menurut Isama-ae, kekerasan di Selatan Thailand berlangsung secara terus menerus dan tidak terekspos ke dunia luar. “Bahkan dalam dunia Islam sendiri, penindasan yang dialami oleh warga Muslim Melayu di Selatan Thailand tidak pernah di bahas secara khusus”, demikian kata Isama-ae.

Atas krisis yang terjadi di Asia Tenggara inilah, PEPIAT memandang serius akan kepentingan pertemuan para pemimpin organisasi pelajar Islam di di Asia Tenggara tersebut.

“Selain membahas nasib saudara-sudara di Thailand, pertemuan yang antara lainnya bertujuan untuk merapatkan lagi hubungan ukhwah sesama anggota PEPIAT”, demikian disampiakan oleh Sekretaris Jenderal PEPIAT Muhammad Faisal Abdul Aziz.

Secara ringkas, Persekutuan Pelajar Islam Asia Tenggara (PEPIAT) adalah sebuah organisasi yang menghimpunkan persatuan pelajar Islam yang utama dari negara-negara di Asia Tenggara. Sehingga April 2010, PEPIAT dianggotai oleh Malaysia-Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia (PKPIM), Indonesia-Persatuan Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI), Singapura-Federation of Muslim Students Association (FMSA), National University of Singapore Muslim Students (NUSMS), Thailand-Thailand Muslim Students Association (TAMSA), Kemboja-Persatuan Pelajar Muslim Kemboja (CAMSA), dan Myammar-Myammar Muslim Students Association.

Sumber: HMINEWS.Com 

Sabtu, Agustus 11, 2012

Referendum: Thailand Khawatir Hilang Wilayah Selatan


Satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi konflik yang berkepanjangan di Patani (Selatan Thailand) adalah dengan mengadakan jejak pendapat atau pemungutan suara. "Self-Determination atau pemungutan suara harus dilakukan, namun perlu adanya pihak ketiga yang memprakarsai hal ini. Pemungutan suara akan memunculkan keinginan murni dari muslim Patani tentang nasib dan masa depan mereka.

Sebuah Artikel yang dipublikasikan pada 2012/08/11 (www.hmetro.com.my), Thailand mungkin akan kehilangan wilayah Selatan (Pattani, Yala, Narathiwat dan sebagian Songkhla) jika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) campur tangan untuk menghentikan kekerasan yang terjadi di wilayah itu.

Wakil Ketua Tentara Daopong Rattanasuban, kemarin berkata, "Kita belum
lagi kehilangan jajahan itu tetapi jika kita tidak berbuat apa-apa dan membiarkan intervensi PBB untuk mengadakan referendum (pungutan suara), habislah kita."

Delapan puluh persen dari warga Selatan Thailand adalah muslim dari etnis Melayu dan tidak menggunakan bahasa Thai sebagai bahasa utama. 

Wilayah Muslim itu dianeksasi oleh penjajah Thailand yang majoriti penduduknya menganut Budha sejak seabad yang lampau, dan ketegangan-ketegangan sejak itu bergejolak. 

Kamis, Agustus 09, 2012

Pertemuan Darurat OKI Bahas Minority Muslim



Raja Abdullah dari Arab Saudi menyerukan pertemuan darurat pada 14-15 Agustus ini bahas nasib kelompok minority Muslim.

Pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Makkah, Arab Saudi, akan membahas minority Muslim yang tinggal di negara-negara nonanggota. Raja Abdullah dari Arab Saudi pekan lalu menyerukan pertemuan darurat pada 14-15 Agustus ini. Nasib kelompok minority Muslim terkadang sangat memprihatinkan. Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menyatakan persoalan itu kemungkinan merupakan salah satu agenda yang bakal dibicarakan. “Secara rutin hal ini diungkap dalam setiap pertemuan,” katanya di Jakarta, Senin (30/7).

Secara spesifik, jelas Marty, mengarah pada kondisi dan perilaku pemerintahan sebuah negara non-OKI dalam memperlakukan warganya yang Muslim. Sejumlah kasus terjadi pada komunitas Muslim, seperti di etnis Melayu muslim di Thailand selatan dan Filipina selatan. Terakhir, kekerasan dan diskriminasi yang menimpa Muslim Ro hingya di Myanmar.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan pertemuan OKI mesti menghasilkan solusi efektif dalam menangani persoalan yang dihadapi kaum minority itu.

Jangan sampai mereka tertindas, baik dalam menjalani kehidupannya maupun  menunaikan kewajiban agamanya. “Paling klasik adalah Palestina,” katanya menegaskan. Seharusnya, ada formula baru yang dirumuskan OKI untuk memosisikan umat Islam lebih kuat di pergaulan dunia. Kekuatan dunia Islam tentu akan melahirkan kebaikan bagi semua umat Islam meski mereka bukan majority di sebuah negara. Ia menambahkan, di Eropa Islam menjelma sebagai agama yang kian berkembang.

Negara yang mereka tinggali memang ada yang memberikan kebebasan bagi mereka menunaikan ajaran agamanya. Sayangnya, tak jarang pula ada diskriminasi, termasuk dalam pekerjaan dan pembangunan rumah ibadah. Kalau mereka mengklaim menghormati hak asasi manusia tentu tak ada hambatan yang diterapkan pada komuniti Muslim. Di sisi lain, dalam bidang politik mereka masih belum sepenuhnya memperoleh keleluasaan. Haedar berharap perhelatan di OKI ini memicu pula persatuan negara-negara Muslim, khususnya negara Arab.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Saud al-Faisal menyatakan isu persatuan negara Muslim diangkat. Dunia Islam dinilainya kini di ambang perpecahan dan mesti ada langkah yang segera ditempuh untuk membangun persatuan, dan menyelesaikan masalah yang dihadapi setiap negara Muslim. Ia mengatakan, Kerajaan Arab Saudi sudah mengirimkan undangan kepada kepala negaranegara anggota OKI untuk menghadiri pertemuan.


Sumber: www.dakwatuna.com 

Selasa, Agustus 07, 2012

Raja dan Ratu Siam Prihatinkan Konflik di Patani

Panglima militer Thailand Jenderal Prayuth Chan-ocha pada Minggu (5/8) mengatakan bahwa Raja dan Ratu Thailand sangat prihatin dengan kerusuhan di provinsi paling selatan. 

Raja dan Ratu khawatir karena keadaan konflik terus meningkat di ujung selatan sejak mereka mulai mengunjungi wilayah perbatasan selatan tiga dasawarsa lalu, kata Jenderal Prayuth. 

Panglima militer menambahkan bahwa Ratu terus menyumbangkan dana untuk proyek-proyek pembangunan dan membantu keluarga di Pedalaman Selatan untuk mendapatkan penghasilan lebih dari memproduksi kerajinan tangan dengan kampanye atas prakarsa kerajaan.

Panglima militer Thailand Jenderal Prayuth Chan-ocha

Pernyataan Jenderal Prayuth itu dikeluarkan setelah Jenderal Naphon Buntap, wakil kepala kamp bantuan umum, memberikan satu kuliah khusus kepada khalayak tentang kekerasan selatan yang diadakan oleh Komando Operasi Keamanan Internal, Sabtu. 

Jenderal Naphon, yang menjabat sebagai staf pribadi Ratu, mengatakan bahwa Kantor Sekretariat Pribadi Ratu telah menerima petisi dan Ratu memerintahkan untuk mengunjungi daerah tersebut, dan melaporkan kepadanya untuk menemukan langkah-langkah guna membantu penduduk setempat. 

Dia mengatakan, sejak konflik meningkat pada tahun 2004, hanya beberapa biksu Buddha yang tinggal kuil masing-masing dari semua 266 kuil di wilayah tersebut. 

Di beberapa daerah di mana serangan sering terjadi, penduduk setempat mengalami kesulitan mencari nafkah di perkebunan atau menjual barang.  Di Tanyongmas, yang terletak di Kabupaten Rangae, Narathiwat, 80 persen toko rakyat budha telah ditutup, katanya. 

Dalam perkembangan terkait, panglima militer mengatakan bahwa Perdana Menteri Yingluck Shinawatra pada 8 Agustus menetapkan untuk mengadakan pertemuan dengan lembaga-lembaga keamanan dan pembangunan, khususnya Komando Operasi Keamanan Internal dan Pusat Pemerintah Provinsi Perbatasan Selatan (SBPAC), untuk membahas penanggulangan kerusuhan di daerah yang terus meningkat. 

Pada saat Komando Operasi Keamanan Internal dan Ousat Pemerintahan Provinsi Perbatasan Selatan  (SBPAC), organisasi utama yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah, Jenderal Prayuth menjelaskan bahwa kedua organisasi diperlukan harus menyesuaikan dan meningkatkan agar dapat bekerja secara harmonis serta efektif untuk merespon kebutuhan masyarakat setempat. 

Rabu, Agustus 01, 2012

Selatan Negeri Gajah Putih Terus Pesta Bom, Perdana Menteri Yingluck Rapat Darurat




Keamanan Negeri Gajah Putih di bahgian Selatan makin memprihatinkan. Terbaru, lagi dua ledakan bom mengguncang Pattani, Selatan Thailand, Selasa (31/7) malam waktu setempat. 

Lebih ironis, sasarannya adalah hotel yang empat tahun lalu diguncang tragedi serupa. Belum ada laporan korban jiwa dalam ledakan tersebut.

Bangkok Post melaporkan, juru bicara kepolisian Pattani menyatakan, bom meledak di belakang hotel CS Pattani di distrik Muang dan menyebabkan hotel itu terbakar hingga ke lantai 7. Semua tamu dievakuasi dari hotel dan hanya satu orang yang mengalami luka. Hotel CS pertama kali dibom pada 2008 yang menewaskan tiga orang dan 10 luka-luka.

Investigasi awal oleh polis mengatakan, bom seberat 10 kg itu diperkirakan merupakan bom rakitan yang disembunyikan dalam mobil yang diparkir di dekat dapur. “Saya bisa merasakan getaran bom itu karena rumah saya hanya berjarak 100 meter dari lokasi,” ujar seorang saksi mata.

Sekitar 30 minit setelah bom itu meledak, dua ledakan keras juga terjadi di Paknam Road dan Jaroen Pradit Road. Ledakan itu menghancurkan instalasi listrik di kawasan itu. Akibatnya, distrik Muang dilanda kegelapan.

Perdana Menteri Yingluck Shinawatra langsung mengadakan rapat darurat di Bangkok untuk menentukan langkah yang diperlukan. 

Tahun in juga sebuah Tragedi bom terparah terjadi 1 April  2012 saat Lee Gardens Hat Yai di Plaza Hotel dibom dan menewaskan tiga orang serta melukai lebih dari 350 wisatawan. Sementara 31 Maret 2012 dua bom mobil di ibu kota Provinsi Yala yang merenggut 11 korban dan melukai sekitar 200 orang. 

Sementara di Provisi Yala minggu (29/7), sebuah bom berat 10 kg meledak. Saat kejadian, para tentara tersebut sedang begrudges melakukan pengawalan di ibu kota.

Saat itu tentara memang sedang melakukan patroli rutin, wilayah Privinsi Yala. sebuah bom yang disembunyikan di jalan itu meledak dan menghantam kendaraan patroli. 

Serangan di Yala itu terjadi sekitar pukul 08.05 pm waktu setempat. Polis lokal mengatakan bom itu diledakkan melalui telepon seluler. 

Menyebab 4 tentera luka.  Serangan tersebut merupakan salah satu yang mematikan dalam konflik ini di wilayah Selatan. 

Di wilayah tersebut, Pejuang memperjuangkan kebebasan sebuah negara yang berdaulat dari pemerintah colonial Siam-Thailand.  

Lebih dari 5000 orang telah meninggal sejak kekerasan meningkat awal tahun 2004.