Right Of Self Determination - Give Back For The PATANIAN Entire Land

Kamis, Februari 23, 2012

Konflik di Patani: Institusi Kerajaan Thailand Kirim Tim ke Aceh

“Satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi konflik yang berkepanjangan di Patani adalah dengan mengadakan jajak pendapat atau pemungutan suara. “Self-Determination atau pemungutan suara harus dilakukan, namun perlu adanya pihak ketiga yang memprakarsai hal ini. Selama ini belum ada pihak ketiga yang mengambil jalan tengah. Pemungutan suara akan memunculkan keinginan murni dari muslim Patani mengenai nasib dan masa depan mereka” (Prof. Dato’ Dr. Nik Anuar Nik Mahmud, Institut Alam dan Tamadun Melayu, UKM)


Pemerintah Kerajaan Thailand berkomitmen besar menyelesaikan konflik di Patani Thailand Selatan yang sudah berlangsung setengah abad lebih. Bahkan untuk langkah tersebut Kerajaan Thailand mengirim delegasi khusus guna mencari masukan tentang cara penyelesaian konflik di Aceh yang dinilai cukup sukses. 

Delegasi yang diberinama ‘King Prajadhipok’s Institute of Thailandberada di bawah pimpinan Narong Vangsumitr tiba di Banda Aceh, Selasa (21/2) malam. Rombongan beranggotakan 28 personil terdiri dari akademisi perguruan tinggi, pengadilan, jaksa, tentara, dan polis. 

Utusan khusus Raja Thailand yang berada di Aceh selama tiga hari, Rabu (22/2) kemarin juga melakukan pertemuan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Pj Gubernur Aceh Ir Tarmizi A Karim. 

Pertemuan dengan DPRA berlangsung di ruang badan musyawarah lantai II dipimpin Ketua DPRA, Hasbi Abdullah didampingi Ketua Komisi A, Tgk Adnan Beuransah, Abdullah Saleh, Darmuda, dan belasan anggota dewan lainnya. 

Dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga jam, Adnan Beuransah membeberkan akar persoalan konflik yang terjadi di Aceh.  

“Konflik yang terjadi di Aceh karena faktor perhatian pemerintah pusat yang kurang. Padahal Aceh adalah daerah modal bagi bangsa Indonesia saat perebutan kemerdekaan. Artinya rakyat Aceh menuntut keadilan. Itulah kenapa Aceh bergolak,” ujar Adnan yang juga mantan GAM itu. 

Sedangkan, Darmuda yang mengakui pernah ke Patani beberapa tahun lalu menyarankan kepada delegasi Thailand supaya mencari mediator yang dapat dipercaya kedua belah pihak, baik Pejuang Kemerdekaan Patani maupun pemerintah Thailand.  

Karena, katanya, pengalaman penyelesaian konflik di Aceh bisa dilakukan hingga ke meja perundingan setelah ada mediator dari negera lain atau lembaga dunia yang kredibel dan bisa diterima kedua belah pihak.
 

“Kalau tidak ada mediator asing akan sulit menyelesaikan konflik di Thailand Selatan,” ujar Darmuda.

Sumber dari:
aceh.tribunnews.com, 

Jumat, Februari 17, 2012

Melacak Penembakan Tentera Kerajaan Thailand di Patani, Selatan Thailand: SIAPA BERSALAH??

Sejak tercetus 'Konflik Patani' di Selatan pada 2004, 11.000 kekerasan telah terjadi, korban tewas 5.000 orang, dan jumlah yang telah korban luka 8.000 orang.

Pendekatan Undang-undang Darurat terus berlaku di bahgian provinsi Selatan Thailland. Kekebalan tentera masih berleluasa.

Kerusuhan etnis Melayu Patani bukan lagi angka-angka tentang berapa jumlah manusia yang tewas, kini berkembang menjadi “bakar, bunuh etnis Melayu.” Sampai disini adalah cukup beralasan bila disebut ini sebagai ‘moslem cleansing’.

Melacak Penembakan Tentera Kerajaan Thailand di Patani, Selatan Thailand: SIAPA BERSALAH?? 

Dengan suara jejak Patani Fakta Dan Opini:
:

Pandangan dan tanggapan oleh:
  • Mufi Masin: Semoga PATANI aman dan damai, Mufi dari Sumatera
  • Reza Purwanti:  Teruskan perjuangan, hny ada 2 pilihan hidup mulia or syahid...Allahu Akbar!!!

Berita simpang-siur mulai mengalir dari medan konflik di Patani, Selatan Thailand ini. Suatu hal yang memang tak terhindarkan. Setidaknya lebih dari 2.500 tahun yang lampau pun, seorang cendekia Yunani bernama Aeschylus telah menyatakan, 

"Dalam perang, korban pertamanya adalah kebenaran." 
Informasi perang, harus diakui, memang sulit jernih. Termasuk berita penembakan empat orang Desa Pulut Puyo, Daerah Nongcik Wilayah Patani dua pekan lalu. Pada awalnya penduduk desa yang melaporkan terjadinya pembantaian warga sipil oleh Tentera. Seorang mangsa didalam kejadian ini yang mengaku menyaksikan peristiwa tersebut. Korbannya adalah sanak saudara laki-laki Muslim yang kembali dari pemakaman dengan sebuah truk. Pasukan angkatan darat melihat truk pickup dan memintanya agar berhenti. Sehingga mereka menghantam truk itu dengan tembakan, menewaskan empat orang dan melukai lima orang lainnya. Lansia berusia 70 tahun dan remaja 18 tahun tewas, sementara lima orang serta anak-anak terluka diantaranya berusia 14, 15 dan 19 tahun, dan seorang lansia 76 tahun.

Satu senjata ditemukan di dalam truk, kata Polis. Namun mangsa di tempat kejadian mengatakan bahwa senjata tersebut bukan milik siapa pun di dalam truk itu dan warga setempat mengatakan bahwa korban yang tewas tidak punya kaitan dengan kelompok pemberontak dan merupakan penduduk sipil biasa. Pihak tentera menuduh bahwa mangsa yang tewas adalah anggota gerilya Patani.

Bila keterangan Tentera Kerajaan Thailand benar, penewasan itu secara hukum dapat dibenarkan. Sebaliknya, bila kesaksian yang ditulis mengikut keterangan oleh penduduk desa itu yang akurat, penembakan ini adalah tindak pidana pembunuhan dan pelakunya harus diadili untuk mendapatkan hukuman sesuai dengan undang-undang.

Mana yang benar? Penelusuran tentang peristiwa itu tidak berujung pada kesimpulan versi mana yang betul, melainkan justru mempertanyakan kesahihan informasi keduanya. Keterangan Tentera Kerajaan Thailand, misalnya, patut dipertanyakan karena ditemukan senjata pada para korban yang tewas. Sebaliknya, pemberitaan berdasarkan tenetra kerajaan perlu dikaji lebih dalam. Selain karena terdapat beberapa ketidak-konsistenan yang mengganggu di antara keterangan mereka, juga kuat dugaan bahwa tentera kerajaan ini umumnya berwewenang di bawah kekuasaan Undang undang Daruart Militer, atau setidaknya diperkirakan tak suka dengan penduduk desa yang puratanya warga Melayu di Selatan negeri gajah putih ini.

Operasi militer antigerilya di bawah Undang Undang Darurat di daerah yang diduga bersimpati dengan pihak lawan seperti di Selatan Thai-Siam ini adalah kegiatan yang sulit. Pada intinya, masyarakat etnis Melayu sadar tak mungkin menghadapi Undang-undang Darurat itu dengan pendekatan secara militer murni karena kekuatan persenjataan dan bala tentara sangat tidak imbang. Walhasil, strategi yang dipilih Tentera Kerajaan Thailand selalu melakukan pembantaian terhadap rakyat Melayu Muslim di tiga provinsi Selatan ini, lalu pelanggaran hak asasi manusia itu sebagai bukti kegiatan genosida oleh Tentera Kerajaan Thailand

Hal ini perlu dilakukan agar Tentera Kerajaan Thailand tak mengulang pengalaman pahit tentara AS dalam melakukan operasi militer antigerilya. Karena aturan pelibatan tak dipahami sepenuhnya dan tak dijalankan secara konsisten di lapangan, satu kompi tentara Amerika membantai hampir 500 penduduk tak bersenjata di Desa My Lai, Vietnam Selatan, pada suatu pagi 16 Maret 1968. Kompi yang sedang dipenuhi dendam kesumat karena beberapa anggotanya gugur dan terluka akibat kegiatan Vietcong dua hari sebelumnya itu mendapat perintah tak terlalu jelas tentang apa yang boleh dan tak boleh dilakukan di kawasan yang, menurut laporan intelijen mereka, merupakan sarang tentara lawan. Akibatnya, mereka menjadi liar, melakukan pembunuhan terhadap wanita, orang tua, bahkan bayi-bayi, kendati tak pernah ada perlawanan seperti diperkirakan sebelumnya.

Kejadian ini merupakan aib besar bagi bangsa Amerika Serikat. Terutama setelah proses investigasi pemerintah dan jalannya pengadilan menunjukkan betapa tak memadainya sistem dan prosedur dalam militer AS untuk mencegah kegiatan biadab seperti di My Lai. Juga rendahnya semangat dan disiplin pasukan akibat proses seleksi yang berantakan. 

Dengan pertimbangan itu, pada 1971, pengadilan militer AS hanya menjatuhkan sanksi pidana kepada satu perwira saja. Letnan Satu William Calley yang terbukti sedikitnya membunuh 22 penduduk sipil, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Namun Presiden Nixon mengampuninya pada 1974. 

Vonis pengadilan itu tentu mengecewakan kerabat para korban. Namun, dampak paling besar adalah perubahan sikap warga AS mengenai perang di kawasan Indocina. Dua pekan setelah vonis pada Letnan Calley dijatuhkan, jajak pendapat menunjukkan-untuk pertama kalinya-hilangnya dukungan majoriti rakyat Amerika terhadap Perang Vietnam.


Kronologi Pembunuhan Terhadap Penduduk Desa Etnis Melayu di Provinsi Selatan Thailand

April 2004, Tragedi Kresik

Pada tanggal 28 April 2004 telah 113 pemuda dan remaja muslim tewas dibantai aparat militer dan polis karena mencoba menyerang pos-pos keamanan dengan menggunakan senjata tajam. 

Dalam peristiwa tersebut, sebanyak 34 remaja dan pemuda yang berlindung di Masjid Kre Se, Pattani, ikut terbunuh. Dalam kekerasan ini pasukan Thailand juga diperkirakan telah bertindak berlebihan terhadap 113 pemuda Muslim yang tewas.

Sekelompok anak muda bersenjatakan parang dihadapi dengan persenjataan berat karena diduga akan menyerang kantor polis.

Masjid tua peninggalan abad ke-17 ini hancur karena aparat keamanan menembakinya sejak pukul 05.00 pagi hingga 14.10 petang. Ny Sema dan warga lain mengaku menyaksikan helikopter meraung-raung sambil melepaskan tembakan di atas masjid seluas 20 x 25 meter itu. Sementara kendaraan lapis baja menutup rapat jalan masuk dan keluar.


25 Oktober 2010, Sejarah Hitam di Tak Bai.

Pada hari Senin, 25 Oktober 2004 di depan kantor polisi di distrik Tak Bai, Narathiwat terhadap para pengunjuk rasa yang memprotes penangkapan warga Patani Muslim yang oleh polisi dituduh telah menyediakan senjata untuk Pejuang Kemerdekaan Patani, sehingga 6 orang mati tewas kena tembakan, sedangkan 78 warga Patani lainnya tewas ketika sekitar 1300 orang dijejalkan ke dalam 6 truk polis yang tidak cukup mendapakan oksigen untuk bernapas ketika diangkut ketempat penjara yang memerlukan 5 jam waktu perjalanan.


5 Serangan Aparat Tentera, 4 Muslim Meniggal 21 Cedara


Empat warga Muslim Melayu ditembak mati oleh kelompok gelap di sebuah kedai kopi di Thailand selatan, yang dilanda aksi kerusuhan selama tujuh tahun pada hari Selasa 03 Mei 2011.

Lima penyerang yang mengenakan pakaian yang sama dengan pasukan pemerintah tiba dengan menggunakan sebuah mobil pick up dan menembaki orang-orang yang sedang duduk di kedai kopi di pinggir jalan raya distrik Bannang Sta, provinsi Yala, Selasa petang.
Menurut laporan dari polis, serangan ini berlaku pada lima tempat yang berlainan tempat di sekitar desa kabupaten Banang Sta.

Para korban termasuk seorang gadis berusia 16 tahun dan seorang anak laki-laki berusia 14 tahun.Tiga belas orang lainnya cedera, delapan dari mereka berada dalam kritis.

Pada tanggal 05 Mei, setelah dua hari kejadian yang mengerikan, ada selebaran kertas dari catakan computer ukuran A4. Lembaran kertas menyebarkan di kawasan daerah Bannang Sta Provinsi Yala di beberapa tempat Pejabat kepolisian, Hospital, warung dan beberapa di daerah tempat kajadian itu dalam tulisan teks yang berbahasa thai mengatakan:

“Celaka! atas Pengawai tentera yang menembaki orang-orang yang sedang duduk di kedai kopi tanpa pandang bulu menyebabkan emapat orang tewas dan melukai 21 orang tercedera..”.

Esok hari pada tanggal 06 Mei, di Pejabat Kepolisian kabupaten Bannang Sata Provinsi Yala, Wichan Sichan-in selaku Ketua RT Kabupaten Thanto membawa Theerapol Phandam (22) bekas Ranger, yang menjadi tersangka penembakan di warung desa yang menyebabkan empat orang tewas dan melukai 13 orang pada tanggal 3 Mei lalu.

Kolonel Polis Su Watt Pongpaiboon mengatakan Teerapol Phandam adalah tersangka dalam kasus penembakan terhadap mangsa di warung tersebut, dan akan meberi proses hukum yang adil, Kata Kolonel lanjut. 

Setelah kajadian penembak yang mengerikan secara acak membuat penduduk desa di daerah itu takut dan beberapa toko tempatan tertutup. Bahkan di masjid desa yang di penuhi jumah solat setiap hari, tapi setelah kejadian itu penduduk desa tidak berani untuk pergi Solat jumah ke masjid.

Isya’ Tragedi Berdarah Masjid Furgon

Inilah pembantaian paling biadab dalam sejarah yang dilakukan militer Thailand sepuluh orang terbunuh, saat sedang shalat Isya. Senin (8/6/2009) malam, sewaktu Isya, sekelompok pria bersenjata (sekitar enam orang) dengan penutup wajah, mengepung masjid dari arah depan dan samping.

Pembantaian dilakukan saat Shalat Isya ditunaikan, tepatnya, pada rakaat kedua, ketika Imam membaca surah Al Fatihah. Berondongan peluru di arahkan ke 50 jamaah yang sedang berjamaah, dari sisi kanan dan kiri masjid, dan mengenai bagian kepala dan perut korban. Dari selongsogn peluru yang berserakan, penembak dipastikan menggunakan senjata M-16. Senjata organik militer Thailand. 

Malam nahas itu menyebabkan, 11 Muslim gugur dan 19 lainya luka-luka cukup parah. Sepuluh Muslim meninggal di lokasi kejadian dan seorang lainnya menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit setelah mengalami luka-luka cukup parah. 

Sebelumnya, sebagian jamaah masih duduk-duduk di masjid sambil menanti datangnya waktu Isya. Diantara yang shalat itu, ada beberapa jamaah tabligh yang turut tertembak. Termasuk Imam setempat. Isya berdarah tersebut terjadi di Masjid Al Furqan yang berada di Distrik Joh-I-Rong, Provinsi Narathiwat, selatan Thailand. Tepatnya di Kampung Air Tempayan.

Muslim Selatan Thai ini selalu dihantui oleh teror dari tentara Thailand. Mereka merasa asinng di negeri sendiri, dan tak bisa merasakan tenangnya beribadah. Setiap saat tentara Thailand yang biadab itu dapat seenaknya menculik, menyiksa, dan menembak warga Muslim kapan pun mereka mau dan serangan ini merupakan salah satu serangan paling mematikan di wilayah tersebut di mana pasukan keamanan selalu menggunakan cara represif untuk menekan etnis Melayu Muslim di sana. Namun apakah keadilan akan berpihak pada magsa terbunuh???

Kini, di Kerajaan Thailand, upaya Perdana Menteri Yingluck mempertahankan keutuhan wilayah bahgian Selatan yang sedang didukung oleh Parlimen. Namun, bukan berarti  tak perlu belajar dari pengalaman pahit My Lai. Pendekatan dengan Undang-undang Daruarat yang menjadi daerah Operasi Militer keji di Patani, Selatan Thailand perlu diawasi dan dikendalikan agar tak melanggar menjadi “Jenayah Perang”. Maka, pers yang patriotik harus berani menjalankan peran ini termasuk melaporkan apa yang terjadi di Desa-desa bahgian selatan nageri Gajah Putih yang berisiko benturan dengan para Tentera kerjaan rezim Thailand Budha dan etnis Melayu di Selatan. 

Dalam hal lain saya berterima kasih sama Mufi Masin, Reza Purwanti, yang sudi mengungkapkan pandangan dan tanggapan fenomena ini.

Rupanya, Mufi Masin, masih berkuat dalam pemikiran mengenai nasib bangsa Melayu Patani dangan mengukap sebuah nada yang sangat murni dangan sebuah kata: Semoga PATANI aman dan damai. Juga sang Ibu Kartini Reza Purwanti, terus mengalir darah "sampai titik darah penghabisan" dengan penuh semagat yang revolusioner, nasionalis dan Islamis dangan penuh suara yang lantang dengan kata-kata: Teruskan perjuangan, hny ada 2 pilihan hidup mulia or syahid...Allahu Akbar!!!. Terima kasih pada Mufi Masin, dan banyak terima kasih Ibu Kartini Reza Purwanti. Semuga addin wa daulah Kami Bangsa Melayu Patani adalah penyambung demi memperjuangkan Addin wa Daulah hak kebebasan, hak kemerdekaan bangsa yang seteurusnya...''

Pada akhirnya, setiap kelalaian yang menimbulkan korban tak berdosa seperti ini haruslah diusut tuntas sesuai dengan prosedur hukum yang transparan. Dari proses hukum ini tentera kerajaan Thailand akan banyak belajar bagaimana meningkatkan profesional dan menegakkan citra sebagai pengayom masyarakat, bukan pembunuh masyarakat..!! 

Senin, Februari 13, 2012

Uang Tak Bisa di Beli

Right Of Self Determination:
“hak anda untuk menentukan nasib sendiri atas wilayah yang kini di duduki asing. Alasan anda benar. Keinginan anda pasti terwujud. Insya Allah’’


Uang Tak Bisa di Beli

berapapun kalian tawarkan
: Tak Bisa memBeli KeBenaran
: Tak Bisa memBeli Perjuangan

Perjuangan ini
: bukan untuk aku
: bukan untuk kamu

tapi untuk Mereka
: untuk Masa Depan Mereka
: Anak Cucu Bangsa

Timbun saja uang mu
: untuk menukar Neraka dg Surga nanti
: untuk menebus Dosa2mu nanti

(: Tak Semua : Bisa diBeli :) From: Asrianty Purwantini

Kamis, Februari 09, 2012

Bom Truk Meledak Sasaran Pembunuhan Wakil Gubernur Pattani

  
Satu bom truk meledak pada Kamis (09/02) di bagian selatan Thailand dan menewaskan satu orang pensiunan guru dan 13 warga desa luka-luka. 

Polis menyalahkan gerilyawan etnis Melayu Patani atas peledakan yang terjadi di depan kantor kesehatan umum atau kantor puskesmas di Pattani, satu dari tiga provinsi yang berada dalam cengkraman Pejuang Kebebasan Patani selama delapan tahun, yang berbatasan dengan Malaysia. 

Polis mengatakan bom seberat 20 Kg tersebut disembunyikan di dalam truk terbuka dan merusak 10 kendaraan lainnya. Dari 13 korban yang mengalami luka-luka, tiga di antaranya dalam kondisi kritis. 

Kata Polis, Bom Truk tersebut yang bertujuan Meledak sasaran atas Wakil Gubernur Pattani, yang kemudian mereka berada disini.
Dalam serangan terpisah di provinsi tetangga, Narathiwat, dua tentara yang melakukan patoli rutin terluka ketika satu bom yang diletakkan di pinggir jalan meledak.

Peningkatan kekerasan terjadi di tengah protes yang dilakukan warga keturunan Malayu setempat setelah tentara penjaga di Pattani menembak mati empat warga desa yang  kembali dari pemakaman dengan sebuah truk pada 29 Januari. 

Lebih dari 5.000 orang terbunuh sejak tercetus ‘Obor Revolusi Gerakan Kemerdekaan Patani’ di tiga provinsi Thailand yakni Yala, Pattani dan Narathiwat pada Januari 2004.

Wilayah ini merupakan daerah merdeka Kesultanan Melayu Patani hingga dicaplok oleh Thailand pada 1909. 

Hampir setiap hari terjadi ledakan dan penembakan. Mereka kini ingin menuntut kawasan tersebut dikembalikan baik dengan cara diplomasi maupun kekerasan seperti penyerangan ke pos militer atau peledakan bom.








Selasa, Februari 07, 2012

Bulan Januari Ini Sudah 33 Orang Tewas di Selatan Thailand

Data dari hasil riset Universitas Songkla, Thailand, menunjukkan kekerasan di wilayah selatan Negeri Gajah Putih itu, dari hari ke hari, cuma menghasilkan mayat. Pada Januari 2012, misalnya, 33 orang mati dan 41 lainnya terluka pada 55 insiden kekerasan.

Menurut warta Bangkok Post pada Jumat (3/2/2012), kekerasan di situ meliputi bom mobil, motor, maupun pinggir jalan. Bentuk lainnya adalah penculikan, penganiayaan, hingga penembakan.

Para korban tewas itu, rinciannya adalah 17 Warga Desa, 4 Kepala Desa, 4 Sukarelawan, 3 Tentara, 2 Pegawai Negeri, 1 Polis, 1 Staf Pimpinan Desa, serta 1 Remaja berusia 15 tahun.

Lalu, korban luka termasuk 16 Tentara, 14 Warga Desa, 6 Sukarelawan, 1 Guru, 1 Murid Sekolah, 1 Kepala Desa, 1 Pegawai Negeri, dan 1 Orang Remaja. Sementara, belum ada data korban di pihak Geriliya Patani. 



Sejak tercetus 'Obor Revolusi Kemerdekaan Patani' di Selatan pada 2004, 11.000 kekerasan terjadi. Konflik tindak kekerasan itu terjadi di Provinsi Yala, Pattani, dan Narathiwat. Total jumlah korban tewas sejak konflik mulai adalah 5.000 orang. Total jumlah korban luka ada 8.000 orang.

Jumat, Februari 03, 2012

Di Manakah Undang Jenayah Ketenteraan Kerajaan Thai..??

''Tentera Kerajaan Thai bertanggung jawab atas Jenayah Perang''
..Warga di wilayah Selatan Thailand mengeluhkan sejarah panjang diskriminasi terhadap etnis Melayu Muslim oleh penguasa di negara yang mayoriti penganut Budha, termasuk dugaan pelanggaran oleh angkatan bersenjata..''

Dengan hormat. Kami adalah keluarga mangsa yang terkorban penganiayaan dan pembunuhan yang terjadi pada hari Minggu, 29 Januari 2012 di Desa Pulut Buyo Kabupaten Nongcik, Wilayah Pattani

Kronologis kejadiannya
tentera kerajaan Thailand menembak mati empat orang termasuk seorang laki-laki lansia dan seorang remaja sekitar pukul 8.30 pm. Korbannya adalah sanak saudara laki-laki Muslim yang kembali dari pemakaman dengan sebuah truk.
Pelaku Pasukan angkatan darat melihat truk pickup dan memanggil-manggil memintanya agar berhenti. Saat korban turun ke bawah terjadilah penganiayaan secara membabi buta. Si pelaku sehingga mereka menghantam truk itu dengan tembakan, menewaskan empat orang dan melukai lima orang lainnya.

Memang pelaku tembakan sudah kenal pasti oleh pihak kerajaan setelah kejadian, namun kenapa pelaku oleh pasukan tentera  yang merupakan pelaku penganiayaan/pembunuhan berencana/bersama-sama dalam kejadian tersebut sampai sekarang masih berkeliaran dan belum disentuh hukum?
Bagaimana dengan isi Undang di bawah akta jenayah tersebut tidak bisa diterapkan?

Setiap kami hanya bisa sabar menunggu. Yang menjadi pertanyaan bagi kami kenapa sampai sekarang tidak ada tindakan poleh pihak kerajaan maupun dari pihak kepala angkatan tentera . Untuk itu kami yang merupakan korban penganiayaan dan pembunuhan memohon kepada yang bertanggung jawab (Mahkamah) untuk dapat menahan kedua pelaku dan menindaklanjuti kasus serupa 'Jenayah Perang' tersebut di atas.