Right Of Self Determination - Give Back For The PATANIAN Entire Land

Jumat, Oktober 26, 2012

Ulang Tahun Kedelapan Pembantaian Tak Bai Meyambut Bom dan Serangan

Tiga serangan bom dan dua serangan senjata ditembakkan geriliyawan di daerah Tak Bai, provinsi Narathiwat malam hari, menyebabkan seorang polisidan tiga warga sipil cedera, sementara seorang geriliya gugur  dalam kejadian berbalas tembak dengan polis kelautan.

Serangan itu diluncurkan hampir pada waktu yang sama yaitu pada jam 8 malam (26/10) di lima lokasi.

Serangan pertama terjadi di toko karaoke di Sod Sai di Moo 4, Tambon Che He.
Sebuah motor dengan lima kilogram bom ditinggalkan di depan toko tersebut sebelum meledak. Ia tidak cukup kuat untuk menyebabkan kerusakan.
Seorang di depan toko itu cedera ringan.


Serangan kedua adalah bom mobil yang meledak dekat restoran Coffee House di Hotel Ta Ba Plaza di Tambon Taba, daerah Tak Bai. Bom seberat 50 kilogram terbuat dari silinder gas diledakkan menggunakan ponsel.

Retoran itu rusak parah. Jendela kaca di lantai satu sampai tiga, berderai. Seorang pekerja terluka.

Serangan ketiga terjadi di kantor polis kelautan di Ban Ta Ba di Tambon Che He.
Sekelompok
gerilyawan melepaskan tembakan di kantor itu menggunakan senapan AK47 dan Uzi senapan. Anggota kelautan yang bertugas membalas tembakan.

Dalam kejadian itu,
anggota geriliya melempar dua granat ke dalam balai sebelum melarikan diri. Bom itu bagaimanapun, tidak meledak. Seorang anggota polis. Sersan Mayor Kanan, Toranin Phomphasuk ditembak di kaki kiri.

Seorang
gerilya tewas dalam pertempuran itu. Dia masih belum diketahui. Polis menemukan jasadnya, senapan AK47 dan pistol 9mm.

Dalam kejadian keempat, sekelompok
gerilya melepaskan tembakan di toko karaoke di Moo 1 Tambon Che He tetapi tidak yang cedera.

Dalam serangan kelima, sebuah bom dalam kaleng ikan seberat 0,5 kilogram meledak di toko serba V Shop di Tambon Che He menyebabkan seorang klien terluka.

Kamis, Oktober 25, 2012

Mahasiswa Menggelar Aksi Damai Memperingati 8 Tahun Pembantaian Tragedi Tak Bai di Depan Kedutaan PBB




Setiap tanggal 25 Oktober,  merupakan hari yang memperingati terjadinya peristiwa Tak Bai yaitu pembantaian yang dilakukan oleh aparat pemerintah di daerah Tak Bai Provinsi Narathiwat terhadap masyarakat setempat. Pembantaian tersebut terjadi antara 25 Oktober 2004 yang menelan korban ratusan jiwa. Memperingati Hari Tak Bai ini, puluhan mahasiswa menggelar aksi damai di depan keduataan PBB (UN) di Bangkok.

Aksi damai yang dilakukan  bertujuan agar masyarakat pada umumnya mengetahui peristiwa yang terjadi pada tanggal 25 Oktober di Tak Bai. Pihaknya menilai bahwa masih banyak masyarakat dunia yang belum mengetahui apa yang terjadi pada tanggal 25 Oktober ini. 

Tanggal 23 Oktober 2012 Mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan untuk memperingati 8 tahun pembantaian dalam Tragedi Tak Bai di depan keduataan PBB (UN) di Bangkok.

8 tahun telah berlalu Tragedi Tak Bai tanggal 25 Oktober 2004. Segera setelah itu militer secara brutal memberangus demontrasi tersebut. Sekitar ratusan orang telah dibunuh, ribuan orang hilang, dan ribuan lainnya ditahan hingga kini. Beberapa diantaranya mati misterius dalam penjara dan ribuan lainnya melarikan diri ke luar negara tetangga di Malaysia yang hidup tanpa status.

Sepanjang 8 tahun yang penuh kekerasan itu, UN bergeming dan tetap menganggap itu masalah domestik Thaialnd. UN menutup mata akan krisis kemanusiaan di perbatasan.

UN sepatutnya mendukung dibentuknya komisi penyelidik internasional PBB untuk memperoleh laporan yang pasti tentang kekerasan yang berlangsung di Selatan Thailand sejak pemberangusan demonstrasi Tak Bai tanggal 25 Oktober 2004 hingga hari ini.

Pada hari yang sama dengan peringatan terjadinya demonstrasi Tak Bai ini, sepatutnya UN menjadikannya pelajaran dan membangun komitmen bahwa tidak ada toleransi bagi terjadinya peristiwa serupa di kemudian hari di kawasan Asia Tenggra kususnya terhdap minority Melayu di perbatasan Selatan Thailand ini.






















Jumat, Oktober 19, 2012

Important Question of Tragedy TAK BAI..?

With the combined Military powers
installed  around  the  Southern Thailand,  
should capable forces - regardless of locale –
be charged with "ultimate blame" 
and "dereliction of duty"
for allowing acts of 
"Genocide"
to occur . . . henceforth?!
This is a question with an-
obviously "certain" Answer:







Y E S !
With the strength of power achieved
in  terms  of  increased  military
capabilities accumulated over
many decades - by Kingdom of Thailand
- there are

"NO EXCUSES"
for allowing the ultimate

C R I M E   O F
" G E N O C I D E "

against any race of people in any
  place or at any time.

"Acts of Terror" Against Humanity!

Remember this and do not forget 25 Oktober:

 The violent crime of
" T E R R O R I S M "


which was perpetrated against
M a l a y  P a t a n i
TAK-BAI in Southern Siam


Terrorism and
Takings are
Crimes Against
Humanity!

Keamanan Diperketat Jelang 8 Tahun Pembantaian Tak Bai

Pihak berwenang di wilayah selatan telah diperintahkan untuk waspada penuh menghadapi kemungkinan kekerasan ketika ulang tahun kedelapan dari pembantaian Tak Bai di provinsi Narathiwat, di mana setidaknya 85 Muslim tewas dibantai tentara Thailand, semakin dekat, seorang wakil perdana menteri mengatakan Kamis (17/10/2012).

Yuthasak Sasiprapa mengatakan keamanan akan diperketat untuk menghindari insiden yang tidak diinginkan.

Jenderal Yuthasak mengklaim bahwa ada pihak yang mendistorsi fakta-fakta tentang situasi di pedalaman selatan melalui sebuah situs internet yang terdaftar di negara tetangga Malaysia,
menambahnya Kementerian Luar Negeri dan Biro Intelijen Nasional akan bekerja sama untuk memecahkan masalah tersebut.
 
Wakil perdana menteri itu mengatakan Dewan Keamanan Nasional telah hampir menyimpulkan struktur revisi untuk Pusat Operasi Resolusi Selatan untuk diserahkan kepada perdana menteri untuk persetujuan akhir.

Pembantaian Tak Bai
Peristiwa Tak Bai sendiri adalah salah satu insiden pembantaian umat Muslim di wilayah selatan Thailand yang paling terkenal pada awal 2004.

Peristiwa ini terjadi pada 25 Oktober 2004 bersamaan saat bulan puasa Romadhon, bermula di desa kecil (Tak Bai) ketika 6 orang warga Muslim lokal termasuk diantaranya empat orang ustadz ditangkap secara ilegal oleh pihak keamanan Thailand.


Sekitar 2.000-3.000  Muslim di Tak Bai melakukan aksi demonstrasi di depan kantor polis setempat menuntut keadilan dan pembebasan keenam orang yang ditangkap. Awalnya, petugas keamanan yang terdiri atas polis dan tentara mencoba membubarkan para demonstran yang terus berteriak-teriak. Namun, bukannya membubarkan diri. Malah, jumlah para  demonstran semakin bertambah banyak.


Aparat keamanan yang hilang kesabaran mulai menembaki para demonstran dengan gas air mata, senjata api, dan meriam air. Militer Thailand kemudian menangkapi ratusan demonstran dan memasukkannya ke dalam truk-truk yang sudah disiapkan untuk dibawa ke kamp militer Inkayuth Bariharn, Patani.
 
Ratusan tawanan yang terikat dan dalam kondisi berpuasa tersebut ditumpuk kedalam truk setinggi lima lapis, sehingga menyebabkan 85 orang mati lemas dan patah tulang leher selama dalam perjalanan menuju Markas Komando Militer IV Wilayah Selatan yang berjarak 5,5 jam dari lokasi. 

25 Oktober, Memperingati 8 th Tragedi Berdarah TAK BAI

25 Oktober, Historical ACTS OF GENOCIDE


Minggu, Oktober 14, 2012

Penyadap Karet Ditembak Kelompak Gelap




Seorang pria ditembak mati di kebun karetnya sendiri pada Sabtu pagi (13/10) dalam serangan kelompak gelap terbaru di desa Tanjung Lima, Rangea provinsi selatan Narathiwat, kata Kantor Berita Thailand.

Korban diidentifikasi sebagai Sama-ae Royee, 58 tahun, pemilik perkebunan karet warga etnis Melayu di Kabupaten Narathiwat Rangae.


Dia ditembak mati setelah ia selesai menyadap pohon karetnya dan hendak kembali ke rumahnya.


Sama-ae meninggal di tempat kejadian di dekat sepeda motornya saat ia ditembak dua kali di leher dan punggung. 


Memperingati pada tahun 2005 bulan November, sebelumnya didesa Tanyonglimo pernah berlaku penyerangan menyusul insiden yang terjadi ketika dua marinir ditikam penduduk setempat karena diduga telah membunuh dua penduduk di desa tersebut. 

Sekitar 300 warga desa menghalangi pihak keamanan yang hendak masuk ke kawasan itu untuk melakukan investigasi. 

Setelah berhasil membujuk warga desa, baru Gubernur Narathiwat dan sekitar 3.00 polis dan tentara diizinkan untuk memasuki desa sepuluh jam setelah serangan terjadi. 

Squad kematian bentukan pemerintah Thailand selama ini selalu diduga berada dibalik pembunuhan dan penyerangan secara diam-diam terhadap warga Melayu Muslim di provinsi perbatasan selatan. 

Korban adalah yang terbaru dari lebih 5.000 kematian, yang telah tewas sejak aksi kekerasan meletus di provinsi-provinsi selatan yang bergolak Yala, Pattani dan Narathiwat pada tahun 2004.

Wilayah itu dulunya adalah kesultanan Melayu Patani sampai dianeksasi Bangkok pada sekitar seabad lalu, dan sejak itu sering terjadi konflik peperangan.

Kamis, Oktober 11, 2012

Siaran Dalam Bahasa Melayu Akan Mengudara

'Strategi penyiaran bahasa Melayu dengan merangkul masyarakat Melayu di Selatan untuk membuat mereka merasa semakin menjadi bagian dari Thailand'

The National Broadcasting Service of Thailand (NBT) tahun depan menginstruksikan stasiun-stasiun radio dan televisi di Thailand Selatan akan sepenuhnya beralih ke siaran dalam bahasa Melayu, tutur Nivitthamrong Boonsongpaisal, seorang pejabat di Kantor Perdana Menteri, Senin kemarin (8/10).

Saat ini siaran dalam bahasa Melayu di Thailand Selatan hanya beberapa jam dalam sehari. Nivatthamrong, Kementerian Informasi yang membawahi NBT, menginstruksikan stasiun-stasiun televisi dan radio di Selatan untuk menyiarkan program-program dalam bahasa Melayu mulai Januari mendatang.

Sebagian besar penduduk Muslim di provinsi-provinsi Selatan yang berbatasan dengan Malaysia berbicara dalam bahasa Melayu, tulis koran The Nation Selasa ini (9/10).

Program siaran dalam bahasa Melayu di Channel 11 akan menayangkan film-film dokumenter dan hiburan yang diambil dari stasiun-stasiun televisi lain. Program-program dalam bahasa Melayu ini menurut Nivatthamrong akan membantu para pendengar dan pemirsa mendapat informasi mengenai kesempatan kerja dan program-program lainnya.

Pemerintahan PM Yingluck Shinawatra mulai menggencarkan strategi penyiaran dengan merangkul masyarakat Melayu di Selatan untuk menghindari konflik masyarakat Thailand dengan penganut Budha dan tentara. Siaran dalam bahasa Melayu tentu akan digemari warga Selatan dan membuat mereka merasa semakin menjadi bagian dari Thailand.

Rabu, Oktober 10, 2012

Peperangan Melayu dan Siam, Muslim dan Budha Masih Berterusan


Di Selatan Thailand 11 orang mati di tenembak. Termasuk diantaranya tiga personil paramiliter, dalam satu hari pertumpahan darah di daerah selatan, yang dilanda konflik, kata juru bicara polis Thailand, Selasa (9/10).

Anggota paramiliter itu diserang ketika dalam perjalanan menggunakan truk pada Senin (8/10) di provinsi Pattani di daerah perbatasan, yang berpenduduk majority Melayu Muslim, tempat konflik selama delapan tahun terakhir telah menewaskan ribuan orang.

Pada hari yang sama, empat penyadap karet warga Buddha tewas dalam perjalanan mereka ke tempat kerja akibat dua serangan senjata api terpisah di Pattani, sementara dua warga Melayu Muslim tewas dalam satu serangan di provinsi Yala, kata polis.

Dua pedagang sayur juga ditembak mati di provinsi Songkhla, yang relatif tidak tersentuh kerusuhan sampai sejumlah serangan tahun ini, termasuk serangkaian bom mobil April yang menewaskan 15 orang.

Satu rangkaian konflik yang menuntut hak sebuah Negara Patani merdeka luas melanda daerah Thailand selatan dekat perbatasan dengan Malaysia sejak tahun 2004. Konflik ini menewaskan lebih dari 5.300 orang, baik warga Buddha dan Muslim akibat serangan senjata api atau bom hampir setiap hari.

Pihak berwenang mengatakan pada Agustus mereka melakukan perundingan perdamaian tidak resmi dengan sejumlah gerilyawan Melayu Patani.

"Kami sedang berusaha melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah aksi kekerasan seperti ini tetapi masih belum berhasil," kata juru bicara angkatan darat daerah selatan Kolonel Pramote Prom-in kepada AFP Selasa.

Para gerilyawan Patani merupakan perang akibat satu sejarah diskriminasi terhadap etnik Melayu yang Muslim oleh pemerintah dan pelanggaran hak asasi manusia yang banyak dilakukan tentara Thailand.


Ancaman Kerja Hari Jumat di Provinsi Selatan



Pasar-pasar di Thailand Selatan seperti di Pattani, Narathiwat dan Yala Jumat (5/10) terlihat sepi lagi. Sebagian besar pedagang masih takut membuka kedai-kedai mereka, karena dengar gossip akan diancam.

Beberapa pekan yang lalu, selebaran bertebaran di provinsi Thailand Selatan, yang mengancam tindak kekerasan apabila ada pedagang berani membuka kedai-kedai mereka pada setiap Jumat. Banyak toko yang tutup pada Jumat kemarin dan Jumat pekan lalu, karena para pemiliknya merasa lebih aman.

Pertokoan di kota Narathiwat dan Yala pun terlihat sepi, meskipun aparat keamanan terus berpatroli dengan senjata laras panjang. Imbauan ulama Chula Ratchamontri Aziz yang menyatakan bekerja pada hari Jumat tidak dilarang Islam, tampaknya tidak manjur. Para pemilik toko lebih takut terhadap ancaman kelompok gelap itu daripada imbauan Aziz.

Gubernur Yala Dechrat Simsiri juga mengerahkan para pegawai negeri untuk meyakinkan para pedagang supaya membuka kedai-kedai mereka, seperti dilaporkan koran The Nation terbitan Bangkok Sabtu (6/10).

Boonsom Thongsriprai, ketua Federasi Guru Provinsi-provinsi Perbatasan Selatan, mengatakan bahwa ancaman itu juga ditujukan kepada para guru agar tidak mengajar pada hari Jumat. Dia meminta aparat keamanan untuk mengambil tindakan tegas agar warga Selatan tidak terus hidup dalam ketakutan seperti ini.


Kerajaan Thailand menuduh Pejuang kemerdekaan Patani yang yang melarang orang bekerja pada hari Jumat. Namun demikian, pada Rabu (10/10) selebaran bertebaran juga berlaku  dengan mengatakan dalam isi surat ‘tuduhan ini di nafikan oleh pejuang Patani. Selebaran bertebaran sebelum ini dilakukan oleh pihak kerajaan yang bertujuan untuk menakuti penduduk masyarakat’ katanya dalam isi surat (http://www.thairath.co.th/content/region/297477)

Ancaman tindak kekerasan ini memberi peluang kewenangan pada pihak tentera kerajaan kolonial Thailand bertindak sesuka hati apabila bersamaan pada hari jumat.

Selasa, Oktober 09, 2012

3 Pasukan Paramiliter Kolonial Tewas

Ditengah klaim pemerintah Thailand bahwa situasi di wilayah selatan yang bergolak telah membaik, terutama setelah puluhan orang yang diduga pejuang Patani setuju untuk mengadakan pembicaraan dengan pihak berwenang, tiga pasukan paramiliter Thailand kembali tewas dalam serangan pejuang kemerdekaan Patani di distrik Yaring pada Senin (8/10/2012) pagi.

Polis menerima laporan tentang serangan di distrik Yaring Patani tersebut sekitar tengah hari.

Sesampainya di tempat kejadian mereka menemukan satu tubuh di samping sebuah truk pickup dan dua mayat di dalam kendaraan.

Tiga orang yang tewas tersebut adalah anggota pasukan paramiliter Thailand yang diidentifikasi sebagai Nam Saksongmuang, Surasak Saksongmuang dan Somsak Khunchum.

Polis mengatakan bahwa mayat para laki-laki dan truk pickup itu penuh dengan peluru.

Para tentara paramiliter tersebut sedang dalam perjalanan menuju ke sebuah sekolah di desa Ban Pasae distrik Yaring Patani pada pagi hari ketika dua orang yang mengendarai sepeda motor menghentikan mereka tiba-tiba untuk berbincang-bincang di Jalan Raya 2020.

Polis mengatakan empat orang pejuang Patani dalam sebuah truk pickup, dua dari mereka dibelakang, mendekati mereka. Sesaat setelah melihat pickup tersebut, dua laki-laki dengan motor kemudian bergerak pergi, para pejuang yang berada di truk pickup, yang bersenjatakan senapan serbu, kemudian melepaskan tembakan ke pasukan paramiliter tersebut yang menyebabkan ketiganya tewas seketika.

Dua senapan serbu, satu Ak 47 dan satu M16 serta dua buah pistol milik anggota paramiliter tersebut berhasil dirampas oleh para penyerang.

Lebih dari 5.000 orang telah tewas dan lebih dari 9.000 terluka dalam lebih dari 11.000 insiden di tiga provinsi selatan dan empat distrik di Songkhla sejak perjuangan pembebasan Patani dari cengkraman pemerintah Buddha Thailand meletus lagi pada Januari 2004, menurut Deep South Watch.