Right Of Self Determination - Give Back For The PATANIAN Entire Land

Selasa, April 28, 2015

Lagi !! Militer Thailand Tidakan Berlebihan Keatas Mahasiswa Patani di University Bangkok



Pihak berwenang Thailand dilakukan pencarian tanpa surat secara besar-besaran keatas asrama mahasiswa di sekitar Universitas Ramkhamhaeng, universitas terbuka di Bangkok dengan populasi besar mahasiswa yang asal dari Patani Thailand Selatan.

Menurut Mahasiswa Federasi Muslim Thailand (MUSTFETH), sekitar 1.800 tentara dan polis petugas berpakaian preman dan seragam pada hari Sabtu (25?04) melakukan pencarian besar-besaran dari asrama mahasiswa di sekitar Universitas Ramkhamhaeng di Bang Kapi Kecamatan, Bangkok timur, termasuk asrama mahasiswa di daerah yang berdekatan di sepanjang Lat Phrao Road dan Wang Thonglang District.

Para petugas menyatakan bahwa operasi itu merupakan bagian dari program yang disebut 'Damai Ramkhamhaeng’ yang memaksa nahasiswa untuk bekerja sama dengan pencarian.
Para petugas juga meminta 10 mahasiswa untuk menjalani tes urine untuk memeriksa obat-obatan terlarang. Namun, tidak ada bukti obat-obatan terlarang ditemukan, MUSTFETH dilaporkan.

Pada hari Minggu (26/04), MUSTFETH mengeluarkan pernyataan menunjukkan bahwa operasi itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan bertentangan upaya negara untuk mendorong rekonsiliasi politik dan memperbaiki konflik di Thailand yang bergolak Melayu di Selatan.

Dalam pernyataan itu, MUSTFETH memberi indikasi bahwa pencarian mungkin terkait dengan masalah keamanan nasional, mengenai selatan bermasalah domestic yang tidak aman pada bulan ini.

MUSTFETH menuntut bahwa pemerintah tidak memperjelas tujuan dari operasi pencarian dan mengidentifikasi artikel konstitusi memungkinkan mereka untuk melakukan operasi tersebut.

Kehendak aparat keamanan junta militer Thailand mengumpulan sampel DNA dari tersangka mereka seharusnya tidak diizinkan karena melanggar hak asasi manusia dan mungkin disalahgunakan oleh petugas, MUSTFETH menambahkan.

Mahasiswa dari MUSTFETH menyimpulkan dalam laporan bahwa operasi ini akan memperdalam ketidakpercayaan antara orang Melayu di Selatan Thai dengan pemerintah, yang akan menciptakan hambatan yang lebih besar untuk rekonsiliasi dan perdamaian proses di bergolak di Patani Selatan Thailand.

Lihat berita yang berkaiatan, Mahasiswa Ditahan Otoritas Tentera, http://dangerofpatani.blogspot.com/2015/04/mahasiswa-ditahan-otoritas-tentera.html




28 April, 11 Tahun, Kresik Berdarah..!!

Lawan Lupa, Mengingati Tragedi Hitam
28 April, 11 Tahun, Kresik Berdarah..!!

Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia dan diproklamirkan oleh Resolusi Majlis Umum 217 A (111) 10 Desember 1948 menerangkan pasal 9: Tidak seseorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara sewenang-wenang. Mengikut Pasal 5: Tidak seorang pun boleh dianianya atau diperlakukan secara kejam, dengan tidak mengingat kemanusiaan, ataupun jalan perlakuan atau hukum yang menghina.

Dalam peristiwa 'Kresik Berdarah' terdapat sebanyak 34 remaja dan pemuda yang berlindung di Masjid Kre Se, Pattani, ikut terbunuh. Masjid tua peninggalan abad ke-17 ini hancur karena aparat keamanan menembakinya sejak pukul 05.00 hingga 14.10. Ny Sema dan warga lain mengaku menyaksikan helikopter meraung-raung sambil melepaskan tembakan di atas masjid seluas 20 x 25 meter itu. Sementara kendaraan lapis baja menutup rapat jalan masuk dan keluar. Lebih dari 100 anggota militer dan polis ikut menembaki masjid bersejarah itu.

Dalam kekerasan ini pasukan Thailand juga diperkirakan telah bertindak berlebihan terhadap 113 pemuda Melayu yang tewas. Sekelompok anak muda bersenjatakan parang dihadapi dengan persenjataan berat karena diduga akan menyerang kantor polis.




Peristiwa di Masjid Kre Se dan Tak Bai merupakan cermin bahwa hukum telah mati suri di wilayah Selatan. Tetapi ini bukanlah fenomena baru. Sejak lama Thailand Selatan mirip daerah tidak bertuan. Di sini yang berlaku hanyalah hukum rimba.

Kebiadaban tentara Thailand terhadap umat Melayu di Patani sebenar telah mengakar sejak berdirinya negeri gajah putih itu. Ini tidak hanya menyangkut ketegangan budaya tetapi soal ketegangan berbangsa. 

Bangsa Thai yang majority berbangsa Siam kelihatannya belum menerima orang Melayu Patani sebagai masyarakat sebangsa. Secara giografis Patani di klaim sebagai wilayah kerajaan Thai, tetapi sebaliknya secara demografis dan cultural Patani selalu dilihat sebagai bangsa lain yang kehadiran di anggap mengangu keutuhan bangsa itu, akibatnya mareka didiskriminasi karena berbeda ras dan berebeda bangsa dengan demikian juga beda kultur. Perbedaan itu yang membuat pemerintah Thai bersikap diskriminatif bahkan cenderung diekpresikan dengan tindakan kekerasan maupun masal.

Senin, April 27, 2015

ACSC/APF 2015 in Conflict Patani Southern Thailand

WHO IS PATANI..?
Where is Patani in ASEAN..?

ASEAN CIVIL SOCIETY CONFERENCE
ASEAN PEOPLE'S' FORUM WORKSHOP dan Forum Buiding Youth Solidarity Networks For Sosial Justice in Conflict Areas in ASEAN (ACSC/APF) 2015

(Jaringan Pemuda Membangun Solidaritas Keadilan Sosial di Daerah Konflik di ASEAN)

Forum ACSC/APF 2015 yang berlangusung 21-24 April di Kuala Lumpur Malaysia. Terdapat wakil dari Malaysia, Patani (Thailand Selatan), Asia Selatan, dan Kamboja dan wakil Pemuda ASEAN dalam membangun jaringan solidaritas pemuda untuk keadilan sosial di daerah konflik.

Pemuda dari Patani mengadakan sesinya dalam pertemuan ASEAN People Forum 2015 memperkenalkan tentang Patani diantaranya Siapa itu Patani, dan memberi penjelasan konflik kekerasan di Patani Selatan Thailand.

Pemuda wakil Patani Thailand Selatan, Arfan mengatakan "konflik kekerasan di Patani Selatan Thai berlaku perkosaan dan tindakan kekerasan aparat tentera kerajaan keatas warga muslimah yang beretnis Melayu di bahgian provinsi Selatan, berlaku demontrasi pada tahun 2007 di masjid Jamek provinsi Pattani dimulai setelah gadis muda Melayu diperkosa oleh 7 aparat militan tentera Thailand di depan ibu mangsa". Wakil pemuda Patani untuk solidaritas keadilan sosial di ASEAN mengatakan "hampir 6000 wanita di Patani jadi janda dan anak yatim".

Hingga sekarang sudah 10 tahun masyarakt Melayu di provinsi Thailand Selatan terus hidup dibawah kekerasan hukum Martial, ujar Arfan.

"orang di Patani percaya pada kekuatan pemuda karena pemuda paling memiliki energi dan semangat untuk memperjuangkan semua masalah yang tidak adil tetapi Pemuda di Patani kurangnya ruang yang aman untuk menyuarakan Hak, jaringan seperti ini sangat penting untuk meningkatkan dan mencapai isu Patani Selatan Thailand kepada orang lain, khususnya di ASEAN. Kami berharap pemuda ASEAN dapat bersatu bersama-sama untuk memperjuangkan hak yang harus kita memiliki", tambah Arfan.








Kamis, April 23, 2015

Mahasiswa Harapkan KAA 2015 Bahas Pelanggaran HAM di Patani

"KAA 60 tahun yang lalu, negera-negara yang mengikuti KAA bebas dari penjajahan. Seharusnya melalui KAA ini, Patani juga bisa bebas dari penjajahan"
Mahasiswa asal Patani berorasi dalam kegiatan mimbar bebas di Bandung. Foto. Fauzan
Sejumlah mahasiswa asal Patani, Thailand yang berkuliah di Bandung meminta para pemimpin dunia delegasi 60 Tahun Asia Afrika membahas masalah pelanggaran HAM di Patani. Hal itu karena sistem militerisme di Patani membuat kehidupan rakyat di sana susah.

Mahasiswa asal Patani di Bandung mencatara, berdasarkan Statistik data yang di kumpul oleh Deepsouth Wahct jumlah korban konflik selama11 tahun dari 2004 sehinga akhir 2014 jumlah mangsa mencapai 17,652 jiwa, terbagi 6,286 jiwa tewas dan 11,366 jiwa cedera

“Saat ini di Patani keadaan yang sudah semakin parah oleh karena sistem miiterisme yang masih berlaku di sana. Masyarakat tidak bisa berkumpul dan memperjuangkan haknya,” kata Mukhlis, mahasiswa asal Patani yang berkuliah di UIN Bandung.





Menurut Mukhlis, dalam momentum Asia Afrika ini, ia meminta para pemimpin Asia Afrika membicarakan pelanggaran HAM di Patani. “Patani membutuhkan Asia Afrika,” kata Mukhlis yang mengambil jurusan Syariah ini.

Sementara itu, Djunaidi yang juga mahasiswa UIN Bandung asal Patani mengungkapkan, perlakuan Thailand terhadap rakyat Pattani sudah seperti wilayah jajahan. Semua hasil bumi di Patani diatur oleh Thailand. Begitupunn soal politik dan ekonomi.
“Sedih kami merasa dijajah,” ungkap Djunaidi.
Ia menuturkan, KAA 60 tahun yang lalu, negera-negara yang mengikuti KAA bebas dari penjajahan. Seharusnya melalui KAA ini, Patani juga bisa bebas dari penjajahan.
“Saya berharap KAA 2015 juga membicarakan kemerdekaan Patani,” ungkap Djunaidi.

By ahmad fauzan on April 21, 2015
Sumber dari: http://kabarkampus.com/,


Baca lanjut di: Konflik Thailand Selatan Perlu Bahas Dalam Konferensi Asia-Afrika 2015, http://dangerofpatani.blogspot.com/2015/04/konflik-thailand-selatan-perlu-bahas.html

Jumat, April 17, 2015

Konflik Thailand Selatan Perlu Bahas Dalam Konferensi Asia-Afrika 2015

Peringatan 60 tahun Konfrensi Asia Afrika adalah perkuatan, stragthening, kerjasama selatan-selatan. Konfrensi Asia Afrika perlu mengusulkan adanya sesi khusus dalam Konferensi untuk membahas situasi konflik terkini di Thailand Selatan.

New Asia Africa Youth Conference 2015 yang akan diadakan di Bandung Indonesia pada 20-22 April 2015. Terdapat dari 43 negara, perwakilan pemuda dari Asia Tenggara ambil bagian Kenferensi Pemuda Asia Afrika yang akan datang. Sementara negara-negara dari Asia-Afrika hingga kini dapat 21 negara yang memastikan hadir, Selebihnya dari luar Eropa dan Amerika. 

Pada peringatan Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang ke 60 ini, akan menghasilkan dua deklarasi yaitu "Pesan Bandung" dan "Deklarasi Palestina". Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri M. Fachir di Istana Bogor. (17/02/2015)

Ada dua deklarasi yang akan dihasilkan dalam Konferensi Asia-Afrika ke-60 di Bandung, Jawa Barat, pada April mendatang. Dua deklarasi itu akan dinamakan "Pesan Bandung" dan "Deklarasi Palestina". Deklarasi soal Palestina saat ini tengah dibahas oleh para utusan masing-masing negara di New York. "Yang jelas, tentu saja dukungan politik terhadap Palestina juga dukungan-dukungan lainnya yang diberikan selama ini, termasuk capacity building, jelas M.Fachir.

Tema yang akan diangkat dalam peringatan 60 tahun Konfrensi Asia Afrika adalah perkuatan, stragthening, kerjasama selatan-selatan. Kerjasama selatan-selatan sekaligus juga ajang kampanye global akan kontribusi terhadap upaya untuk mempromosikan perdamaian dan kesejahteraan dunia.

Apa bagi peran pemuda bangsa Patani ada kesempatan ikut ambil bagian dari Konferensi Pemuda Asia Afrika. Setidaknya ada perwakilan pemuda Patani bisa ada kader mengambil langkah awal membawa peranan dalam mesej kerjasama selatan-selatan bagi wakil bangsa Melayu Patani upaya mencari kedamaian di Selatan Thailand yang telah lebih sedekat konflik berdarah berkepanjangan.



Perlu melihat konflik di Selatan Thailand terus terjadinya korban sipil dalam berbagai konflik dan krisis yang berkecamuk di kawasan ini. Sikap Konfrensi Asia Afrika perlu meyakini pada persatuan Islam akan dapat berkontribusi bagi perdamaian dan kesejahteraan dunia. Juga mendorong perlunya negara-negara anggota OKI mengambil inisiatif untuk menemukan solusi damai mengatasi konflik tersebut. Memandangkan masih ada koflik di Asia Tenggara ini yang terus berlangsung hingga banyak korban manusia berjatuhan.

Konfrensi Asia Afrika perlu mengusulkan adanya sesi khusus dalam Konferensi untuk membahas situasi terkini konflik di Thailand Selatan. Perlunya mengumandangkan bahwa masyarakat Melayu Patani di Selatan Thai adalah comunity Melayu yang cinta damai serta toleran.

Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip Dasa Sila Bandung yang dilahirkan pada KAA tahun 1955 masih sangat relevan dalam menghadapi berbagai tantangan global saat ini,

Mengingatkan piagam Konferensi Asia-Afrika yang diselenggarakan antaranya, 
a. Bangsa-bangsa Asia – Afrika memiliki persamaan nasib dan sejarah yakni samasama menjadi sasaran penjajahan bangsa-bangsa Eropa.
b. Semakin meningkatnya kesadaran bangsa-bangsa Asia-Afrika yang masih terjajah untuk memperoleh kemerdekaan misalnya, Yaman sedang berjuang membebaskan Aden dari kekuasaan Inggris, Rakyat Aljazair, Tumisia, Maroko, Sudan, dan Kongo sedang membebaskan tanah airnya dari kekuasaan bangsa Eropa, dan lain-lain.
c. Perubahan politik yang terjadi setelah Perang Dunia II berakhir yakni situasi internasional diliputi kecemasan akibat adanya perlombaan senjata antara Blok Barat dan Blok Timur.
d. Diantara bangsa-bangsa Asia yang telah merdeka masih belum terdapat kesadaran untuk bersatu, yang kemudian Rusia dan Amerika Serikat ikut melibatkan diri dalam masalah tersebut.

Tujuan Konferensi Asia-Afrika mempertimbangkan masalah-masalah mengenai kepentingan khusus dari bangsa-bangsa Asia-Afrika seperti yang menyangkut kedaulatan nasional, rasionalisme, dan kolonialisme.

Konferensi Asia-Afrika juga mengajak semua bangsa di dunia untuk hidup bersama dalam perdamaian dan menjalankan kerja sama dalam suasana persahabatan atas dasar sepuluh prinsip yang dikenal dengan “Dasasila Bandung” (Bandung Declaration). Adapun isi Dasasila Bandung selengkapnya adalah :
1) Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat dalam Piagam PBB.
2) Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
3) Mengakui persamaan ras, dan persamaan semua bangsa baik besar maupun kecil.
4) Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal besar maupun kecil.
5) Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
6) a. Tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus salah satu negara besar.
b. Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
(7) Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
(8) Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hukum, ataupun cara damai lain lagi menurut pihak-pihak yang bersangkutan, sesuai dengan Piagam PBB.
(9) Memajukan kerja sama untuk kepentingan bersama.
(10) Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.

Ditunjuknya Indonesia menjadi tuan rumah dalam peringatan Konferensi Asia-Afrika (KAA), tentu saja menjadi momen berharga bagi Indonesia untuk kembali memberikan kontribusi bagi perdamaian dunia. Dalam sejarahnya Konferensi Asia-Afrika pertama kali digelar pada 18-24 April tahun1955.

Indonesia dan negara lainnya seperti Myanmar, Srilanka, India, dan Pakistan menjadi inisiatornya. Selain untuk mempromosikan kerja sama ekonomi dan Asia-Afrika, gerakan ini juga dianggap sebagai sikap melawan kolonialisme Amerika Serikat dan Uni Soviet serta negara imperialis lainnya. Dan discussion board ini pula yang menjadi cikal bakal terbentuknya Gerakan Non-Blok pada 1961. Selain memperingati 60 tahun Konferensi Asia Afrika, dalam perhelatan ini juga akan diperingati 10 tahun kerja sama strategis negara-negara Asia dan Afrika, New Asia-Africa Partnership Strategic (NAPS).


Bendera negara peserta ktt asia afrika 2015 mulai terpasang.

Jumat, April 10, 2015

Mahasiswa Ditahan Otoritas Tentera


Pada 2 April 2015, seramai 22 pemuda termasuk mahasiswa dan aktivis ditangkap setelah aparat militer menyerbu ditempat kediaman Mahasiswa yang berada dikawasan kampus. Mahasiswa yang ditangkap saat ini sedang kuliah di University Narathiwat Nakharin.  Penggerebekan dilakukan dan penahanan para pemuda dan mahasisiwa yang diizinkan di bawah penggunaan Darurat Militer; yang masih aktif di tiga provinsi paling selatan Thailand, juga dikenal sebagai Patani.

Mahasiswa kesemua ditahan oleh pihak berwenang berada dibawah pemerintahan junta militer di tiga tempat yang berasingan antara di kamp militer Julaporn, kamp militer Kaotanyong dan kamp militer Pileng. 

Terdapat di social media terutama dipaparan Facebook Mahasiswa melakukan kampanye untuk membebaskan teman mahasiswa yang ditahan dengan posting gambar di media sosial serta dengan kata-kata dalam bahasa Melayu “Babaskan Mahasiswa Patani”, dan bahasa Inggeris “Free Studen Patani" juga bahasa Thai dalam arti yang sama “ปล่อย เพื่อน เรา ที่ นราธิวาส”.





Kampanye di media sosial dengan posting gambar dengan kata-kata “Babaskan Mahasiswa Patani” tersebar luas keutara dan provinsi yang lain dari luar pada tiga provinsi Selatan di dalam  negeri Thai , maupun juga tersebar  ke luar negeri seperti dari Aceh, Indonesia, Turki,  Amerika, Malaysia, Timur Tengah, India, Jepang dan terdapat juga Negara yang lain.

Sementara sekitar 30 Persatuan mahasisiwa PerMas pada Selasa (07/04) mengadakan kunjungan ke Balai Polis Pusat di bandar provinsi Narathiwat bertemu ketua polis Narathiwat minta penjelasan,  karena penahanan mahasiswa tersebut dianggap melanggar HAM serta mengancam keamanan, karena penahan tanpa dakwaan jelas, mereka dijebloskan ke dalam sel dengan tindakan melanggar prosedur hukum pada tahanan.



Persatuan PerMas juga mengadakan unjukrasa diluar university di bebrapa tempat university di provinsi Selatan dan juga di Bangkok, menuntut membebakan rakan mahasiswa yang ditahan oleh aparat tentera di bawah undang daruarat militer.


Tahanan Mahasiswa Dibawah UU Darurat
Tentara melakukan pencarian tanpa surat sekitar 05:00 pada tanggal 2 April di empat asrama mahasiswa di distrik Muang provinsi Narathiwat. Mereka memaksa sedikitnya 17 aktivis dari jaringan mahasiswa etnis Melayu di kampus University Narathiwat Nakharin untuk memberikan sampel DNA dan kemudian membawa mereka ke tahanan militer. 




Aktivis yang ditahan terpapar nama Aseng Kilimo, Bahakim Jehmae, Tuanahamad Majeh, Muruwan Blabueteng, Asri Saroheng, Ibroheng Abdi, Sufiyan Doramae, Ismael Jehso, Abdulloh Madeng, Sagariya Samae, Usman Oyu, Saidi Doloh, Tarsimi Madaka, Rosari Yako, Ahmad Yusoh, Albari aba, dan Ridul Sulong.


Human Rights Watch: Memprihatin HAM di Selatan
Penguasa militer Thailand harus segera mengkonfirmasi yang sewenang-wenang atas aktivis mahasiswa ditangkap provinsi Narathiwat di selatan Thailand pada tanggal 2 April 2015, kata Human Rights Watch. 

Kata Human Rights Watch, bahwa aktivis ditahan tanpa dakwaan dibawah penguasa militer perlu memberikan penjelasan penahanan mahasisiwa kapan mereka akan dibebaskan.
"Penangkapan sewenang-wenang, penahanan rahasia, dan pejabat akuntabel adalah resep untuk pelanggaran hak asasi manusia.  Penggunaan darurat militer untuk menahan aktivis mahasiswa menunjukkan bagaimana di luar kendali pemerintah militer Thailand telah menjadi," kata Brad Adams, direktur Human Rights Watch.

Human Rights Watch telah berulang kali menyuarakan keprihatinan serius tentang penggunaan penangkapan sewenang-wenang dan penahanan militer rahasia di provinsi perbatasan selatan Thailand. Agar pengantian  undang darurat militer, dengan Pasal 44 dari konstitusi sementara, memberikan otoritas militer dengan kekuasaan yang luas dan kekebalan hukum Tentara juga terus diberi wewenang untuk melakukan penangkapan seseorang atau kelompok tanpa perlu surat perintah penangkapan. Pasal 44 mengizinkan militer menahan seseorang meski tanpa tuduhan di tempat-tempat resmi penahanan, seperti kamp militer, hingga maksimal tujuh hari. Ini tidak bisa menjamin baik pengawasan peradilan yang efektif atau akses pada mangsa tahanan untuk segera ke kepagadilan hukum pada ahli keluarga mangsa tahanan. 

Risiko penghilangan paksa, penyiksaan, dan perlakuan buruk lainnya secara signifikan meningkat ketika orang ditahan tanpa komunikasi di lokasi resmi dan di bawah kendali militer, yang tidak memiliki pelatihan dan pengalaman dalam penegakan hukum sipil. Mereka yang melakukan kejahatan harus terisi dengan baik, tetapi semua harus diperlakukan sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional dan proses hukum.

Siklus pelanggaran hak asasi manusia dan impunitas kontribusi untuk suasana di mana personil keamanan Thailand menunjukkan kurang memperhatikan hak asasi manusia dan telah melakukan banyak kekejaman. Sejak Januari 2004, provinsi perbatasan selatan Thailand Pattani, Yala, Narathiwat dan empat daerah di provinsi Songkla telah menjadi tempat konflik bersenjata internal kekerasan yang telah merenggut lebih dari 6.000 jiwa. Warga sipil telah menyumbang sekitar 90 persen dari kematian. Sampai saat ini, tidak ada satu anggota pasukan keamanan Thailand telah ditindaklanjuti untuk pelanggaran hak asasi yang serius di selatan. 

"Konflik perang internal tidak ada alasan untuk junta militer Thailand menggunakan ringkasan dan tindakan kasar terhadap penduduk sipil Melayu di Selatan. Ini sangat mengkhawatirkan bahwa tentara terus menangkap dan menahan orang yang mereka inginkan tanpa buktian yang jelas, " kata Adams.  

Lihat berita berkaitan, STATEMENT Human Rights Violations and the Injustices Conducted Towards Patani Students, http://dangerofpatani.blogspot.com/2015/04/statement-human-rights-violations-and.html