Jam 08.30 pm pada tanggal 29/01, Tentera Thailand menembak
mati empat orang termasuk seorang laki-laki lansia dan seorang remaja di ‘Wilayah
Kerajaan Ujung Selatan’ yang dilanda kekerasan karena mereka khawatir diserang,
kata polis Senin. Korbannya adalah sanak saudara laki-laki Muslim yang
kembali dari pemakaman dengan sebuah truk, kata pengemudi kendaraan itu kepada
polis di Pattani, salah satu dari tiga provinsi paling selatan yang diganggu
pemberontakan yang sudah lama berlangsung.
"Pasukan angkatan darat melihat truk pickup dan
memintanya agar berhenti. Mereka mendengar suara tembakan dan mengira mereka
ditembaki, sehingga mereka menghantam truk itu dengan tembakan, menewaskan
empat orang dan melukai lima orang lainnya," sebut laporan polis tentang
insiden Minggu malam tersebut.
Lansia berusia 70 tahun dan remaja 18 tahun tewas,
sementara lima orang serta anak-anak terluka diantaranya berusia 14, 15 dan 19
tahun, dan seorang lansia 76 tahun.
Dua senjata ditemukan di dalam truk, meskipun laporan
tersebut tidak mengungkapkan apakah salah satunya pernah ditembakkan. Polis
mengatakan pengemudi tersebut mengatakan kepada polis bahwa senjata tersebut
bukan milik siapa pun di dalam truk itu.
"Kami harus menyelidiki insiden ini secara hati-hati
dan saya akan mewawancarai pasukan angkatan darat maupun korban selamat guna
memastikan keadilan atas kedua belah pihak," kata Kolonel Polis Chonnawee
Chamareuk, Kepala Polis distrik Nongjik.
Namun warga
setempat mengatakan bahwa korban yang tewas tidak punya kaitan dengan kelompok
pemberontak dan merupakan penduduk biasa.
Para kerabat korban dan warga
desa berkumpul pada Senin dan menyuarakan kemarahan mereka terhadap
militer karena apa yang mereka katakan melakukan penembakan dan
pelanggaran hukum, mengklaim penutupan, dan bersikeras bahwa mereka
yang tewas adalah pemberontak.
Warga di wilayah tersebut
mengeluhkan sejarah panjang diskriminasi terhadap etnis Melayu Muslim oleh penguasa
di negara yang mayoriti penganut Budha, termasuk dugaan pelanggaran oleh
angkatan bersenjata.
Menurut angka terakhir dari Deep
South Watch, yang secara ketat memonitor konflik bagian selatan, hampir 5.000
orang -- baik Budha maupun Muslim -- telah terbunuh dan 8.300 orang luka-luka
sejak kerusuhan mulai pada 2004.
Thailand
selatan merupakan kawasan yang bergejolak karena perjuangan Kemerdekaan
Patani untuk memisahkan diri dari
pemerintah Bangkok.
Warga Melayu
di Selatan Thaialnd merupakan mayoriti penduduk di tiga provinsi di wilayah selatan negara itu,
yaitu Pattani, Yala, dan Narathiwat.
Yala, Pattani, dan Narathiwat
adalah bagian dari kesultanan Kerajaan Melayu Patani sebelum dianeksasi
oleh Siam-Thailand yang mayoriti beragama Buddha pada 1909. Sejak saat itu,
ketegangan membara dengan kebencian yang berjalan makin mendalam di antara warga
keturunan Melayu setempat tentang keberadaan dan pelaksanaan pasukan keamanan.
“Salah satu pokok permasalahan, kebijakan asimilasi yang diterapkan oleh Kerajaan Thai, menimbulkan kontra terhadap kebijakan tersebut. Masyarakat Melayu Patani yang tidak menghendaki adanya pencampuran culture Budha dan Islam, menyebabkan adanya pertentangan warga keturunan Melayu Patani terhadap kebijakan kerajaan Thai. Adanya perbedaan tersebut muncul keinginan masyarakat Patani mendirikan Hak Kebebasan dan Hak Kemerdekaan"
Sejak diintegrasi didalam national state Thai pada tahun 1909, Rakyat Melayu Patani
tetap melakukan perlawanan. Dua unsur yang menjadi ikatan solidariti dan tujuan perjuangan rakyat Patani, yaitu ikatan Nasionalis Melayu Patani dan Jihad yang di fardhu Ain atas seluruh umat Bangsa Melayu Patani.
Disisi lain, pemerintah Thai melakukan berbagai program asimilasi yang
bertujuan menggantikan identiti agama dan cultural orang Melayu Muslim dengan
idiologi nasional yaitu “Bangsa, Agama dan Raja. Ketiga symbol itulah yang
mendasai suatu pembentukan identiti dan kebudayaan nasional guna mempersatukan
kerajaan, idiologi nasional tersebut berakar kuat dari Budhisme. Oleh karenanya
semua penduduk permanen tampa
memandang ras apatun asal-usul cultural diseluruh wilayah kerajaan harus
menjalankan asimilasi sepenuhnya ke arah cara hidup Tahi guna menciptakan suatu
pandangan nasional.
Hal ini berarti orang-orang Melayu Muslim akan dijadikan sebagai
“orang Thai” dengan jalan atau cara-cara berprilaku seperti orang Thai atau
penghilangan identiti kemelayuan berserta keislaman mereka. Dalam menjalankan
kebijakan asimilasi pemerintah Thai menggunakan tiga bidang proyek yaitu bidang
hukum, pendidikan dan budaya.
Munculnya kembali gerakan Kemerdekaan Patani di sebabkan oleh ketidak setujuan
etnis Patani terhadap kebijakan pemerintah terhadap program asimilasi yang
menginginkan pembauran yang bertujuan untuk menggantikan identiti agama dan
cultural orang Melayu Patani dengan identiti cultural Thai yang berdasarkan
Budhisme. Di dalam menangani perlawanan Pejuang Kemerdekaan Patani,
pemerintah Thai mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berdekatan kekuatan kebijakan militer,
kebijakan politik dan kebijakan ekonomi yang bertujuan supaya tidak ada lagi
perlawanan etnis Patani terhadap pemerintah Thai.
PADA setiap negara, nama perkumpulan Free-masonry itu berbeda-beda.
Ada yang
bersifat lokal ada pula yang merupakan cabang dari luar negeri, ada pula yang
menghimpun semua aliran pemuda dan organisasi kepemudaan dari segala macam
gerakan: Katholik, Budha, Islam, Protestan, sekuler, sosialis, kebangsaan dan
sebagainya. Tetapi pimpinannya harus seorang anggota Freemasonry, ada juga
seorang yang bodoh dalam agama lalu diasuh Freemason. Karena dianggap
mengun-tungkan bagi penguasa, maka aliran-aliran Free-masonry didukung oleh
penguasa, dan kebanyakan dari penguasa itu sendiri buta tuli tentang gerakan
Freemasonry, dan hanya melihatnya sebagai gerakan amal kebajikan umum. Jika
kita kaji, hampir semua gerakan masa atau organisasi masa yang berupa
organisasi politik ataupun organisasi amal, telah dimasuki jarum-jarum
Freemasonry.
Hampir semua organisasi kebangsaan di dunia ini, mendasarkan ide
gerakannya pada prinsip-prinsip Freemasonry. Dan salah satu ciri khasnya,
hampir semua organisasi kebangsaan bersikap anti pati, atau sekurang-kurangnya
melirik dengan cibiran bibir terhadap Islam.
Aliran Freemasonry dimasukkan oleh orang-orang Inggris dan Perancis
yang ingin menguasai Siam
sehingga menimbulkan krisis Siam.
Krisis Siam
mulai 1893-1896 M.
Freemasonry yang dimasukkan oleh orang Siam,
berupa gagasan-gagasan sekularisasi yang diteri-manya manakala orang-orang Siam
itu belajar di luar negeri seperti di Inggris. Diantara orang Freemasonry yang
terkenal di Siam
adalah Pridi Banamyong dan Phya Bahol Sena atau Bahol Balabayuha pada 1955 M.
Usaha-usaha Siamisasi Sejalan Dengan Freemasonry
Bahasa Siam
menjadi bahasa kebangsaan di kawasan Selatan, di sekolah-sekolah merupakan
bahasa resmi, tulisan Arab Melayu digantikan tulisan Siam
yang berasal dari Palawa.
Pada 1923 M, beberapa Madrasah Agama ditutup,
dalam sekolah-sekolah Agama harus diajarkan pendidikan kebangsaan dan
pendidikan etika bangsa yang diambil dari inti sari ajaran Budha.
Pada saat-saat tertentu anak-anak sekolah pun harus menyanyikan
lagu-lagu bernafaskan Budha dan kepada guru harus menyembah dengan sembah
Budha. Kementrian pendidikan memutar balik sejarah : dikatakannya bahwa orang Melayu Muslim itulah yang jahat ingin menentang pemerintahan shah di Siam dan
menjatuhkan raja.
Orang-orang Melayu Patani tidak diperbolehkan mempu-nyai partai politik
yang berasas Melayu atau Agama Islam bahkan segala organisasi pun harus berasaskan:
‘Kebang-saan’. Pemerintah pun membentuk semacam pangkat mufti yang dinamakan
Culamantri, biasanya yang diangkat itu seorang alim yang dapat menjilat dan
dapat memutar balik ayat sehingga ia memfatwakan haram melawan kekuasaan Budha.
Pada
saat-saat tertentu dipamerkan pula segala persenjataan berat, alat-alat
militer. Lalu mereka mengundang ulama, tokoh Agama, para-para Ustaz untuk melihat-lihat, dengan harapan
akan tumbuh rasa takut untuk berontak.
Akan tetapi orang-orang yang teguh dalam
keimanannya Addin wa Daulah, itu tetap berjuang fi sabilillah, demi menegakkan sebuah negeri yang
berdaulat yang aman dan sejahtera.
Ini Makam Syekh Abdusshamad Al Palimbani Bin Syekh Abdul Jalil bin Syekh Abdul Wahhab bin Syekh Ahmad Al-Mahdani di Selatan Siam antara kampung Sekom dengan Cenak, di
kawasan Tiba, Songgora bahgian Patani Utara,
Semangat apakah gerangan yang menghantarmu, wahai Syekh Abdul Samad al-Falembani, menuju ke Patani? Tanah tumpah darahmu bukan Patani. Seperti lazimnya ulama tempo dulu, nama akhirmu al-Falembani, menunjukkan bila kampung halamanmu adalah Palembang. Antara Palembang, nun, di Sumatera bagian selatan, dengan Patani di Selatan Thailand, terbentang jarak berkilo-kilo meter.
Tapi, wahai orangtua yang rapuh, mengapa engkau perkasa mengharungi lautan di usiamu yang senja? Semangat jihad, agaknya, membuatmu bertahan dari amuk badai, menuju ke Patani. Jihad, rasa ikhlas bekerja di jalan Allah sekalipun harus mempertaruhkan nyawa, membuatmu menghunus pedang dan menuju ke medan perang.
Patani memang membutuhkan pejuang sepertimu. Kerajaan Melayu Patani, di abad ke-14, tumbuh menjadi pusat kecemerlangan Islam di wilayah Nusantara. Seiring dengan pengislaman Raja Patani Phya Tu Antara (kemudian mengganti nama menjadi Sultan Ismail Syah Zillullah Dil Alam, sesuai catatan Teeuw & Wyatt) -- pengislaman ini dilakukan ulama dari Pasai, Syekh Said -- banyak ulama besar lahir di Patani. Sebagian di antaranya, seperti Syekh Daud al-Fatani, membuka pengajian di Mekkah dan menjadi sahabatmu di negeri Hijaz.
Tapi, bukankah Allah telah berfirman, ''Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka.'' (QS Al Baqarah [2]:120). Maka kafir Siam di bawah pimpinan Phraya Chakri menyerang Patani pada 1785. Perang yang berlarut-larut pun pecah. Di saat pertahanan Patani di titik nadir pada 1832, engkau Syekh Abdul Samad al-Falembani, dengan semangat jihad menceburkan diri ke "Perang Sabil". Mesin perang Siam yang melumat Patani, turut merenggut nyawamu. Demi menegakkan marwah Islam, engkau memilih syahid.
Engkau tentu tidak sendirian menjadi syahid. Sejarah yang gementar, tidak sanggup menghitung darah para mujahidin Muslim Patani, menghadapi kebuasan Siam. Puncaknya, ketika Phibul Songkram naik tahta di penghujung 1938, menambah kekelaman sejarah Patani. Dengan kebijakan rasialis, Thai Ratanium (negara Thailand untuk Rakyat Thailand), Phibul cermat menghapus citarasa Melayu sekaligus Islam yang menjadi anutan. Nama penduduk Patani yang khas Islam wajib diganti. Dan adakah penderitaan yang lebih memilukan, ketika Muslim Patani dipaksa untuk menyembah patung?
Adakah penderitaan yang lebih larat, ketika dipaksa menyembah patung dan menyaksikan perbuatan maksiat di sekeliling? Bukankah ajaran Islam yang menyemaikan Muslim Patani, menggolongkan kedua hal itu, sebagai dosa besar? Maka jangan tergopoh-gopoh menyematkan stempel radikalisme, bila Muslim Patani hingga di hari-hari ini, masih menghunus pisau dan pedang. Bukankah engkau, wahai Syekh Abdul Samad al-Falembani, yang mengajarkan lebih baik syahid daripada menyaksikan marwah Islam dinodai.
Tapi, wahai Syekh yang memelihara semangat jihad hingga di usia senja, mengapa umat Islam di kekinian enggan mengikuti jejakmu?
Maka, wahai Syekh Abdul Samad al-Falembani maupun pejuang Muslim Patani, adakah kematianmu sia-sia? Sungguh, engkau sekalian menjadi pejuang sunyi, terasing dari perhatian saudara seiman di negeri lain (betapa hatiku pun tersayat ketika sahabat-sahabat kurang memperdulikan). Maka, engkau sekalian menjadi pejuang yang lemah, karena saudara seiman tidak memperhatikan, bahkan, tidak mengetahui riwayatmu; Kerajaan Melayu Islam yang bermarwah di Nusantara, suatu ironi yang bahkan tak mendapat ruang besar dalam catatan sejarah.
Kendati demikian, tiada kesia-siaan terhadapmu, wahai Syekh Abdul Samad al-Falembani maupun syahid Muslim Patani yang tidak bernama. Engkau sekalian telah menunjukkan kepatuhan seorang hamba, ketika Ia memerintahkan memerangi kebatilan di muka bumi, meski nyawa menjadi taruhan (perintah ini terdapat dalam Alquran, antara lain QS Al Baqarah [2]:216, Al Hajj [22]:39, An Nisaa [4]:74-76, Ash Shaff [61]:4, dan At Taubah [9]:130). Bahkan, engkau Syekh Abdul Samad al-Falembani yang tidak memiliki hubungan darah dengan Muslim Patani, telah menunjukkan bagaimana semestinya persatuan Islam, terhadap kami yang berputih mata!
Kami rakyat Patani akan meneruskan jalan jihad ini demi menegak “baldaton toyibaton warabbon ghafur”, insya Allah Patani teteap merdeka.
Antara Daftar Karya Syekh Abdul Samad al-Falembani:
1. Zahratul Murid fi Bayani Kalimatit Tauhid, 1178 H/1764 M.
2. Risalah Pada Menyatakan Sebab Yang Diharamkan Bagi Nikah, 1179 H/1765 M.
3. Hidayatus Salikin fi Suluki MaslakilMuttaqin, 1192 H/1778 M.
4. Siyarus Salikin ila ‘Ibadati Rabbil 'Alamin, 1194 H/1780 M-1203 H/1788 M.
5. Al-'Urwatul Wutsqa wa Silsiltu Waliyil Atqa.
6. Ratib Sheikh 'Abdus Shamad al-Falimbani.
7. Nashihatul Muslimina wa Tazkiratul Mu’minina fi Fadhailil Jihadi wa
Karaamatil Mujtahidina fi Sabilillah.
Nyawa, memang terasa begitu mudah melayang di Selatan Thailand. Hidup di tengah kesedihan dan ketakutan di Selatan Thailand, dimana nyawa bisa melayang setiap saat, tentu bukan hal yang mudah.
Selama ini tragedi berdarah di Patani hampir jarang terdengar. Selain disebabkan oleh kendala bahasa, pemerintah Thailand juga membatasi dan menguasai semua arus informasi tentang Patani. Pemerintah Thailand memang melarang rakyatnya untuk berbicara tentang tiga hal, yaitu tentang ‘Polisi’, ‘Politik’ dan ‘Kerajaan’.
Teror, seakan telah menjadi bagian dari kehidupan keseharian di Selatan Thailand. Selain berusaha menghapus ciri Muslim, pemerintah Thailand juga berusaha untuk menghancurkan pemahaman tentang Islam yang benar, melalui guru-guru agama Islam, yang disediakan oleh pemerintah Thai.
Guru-guru agama tersebut memang disediakan oleh pemerintah, tapi mereka adalah kaki tangan pemerintah, yang ditujukan untuk merubah pemahaman tentang Islam. Mereka ini telah di “brain wash” oleh pemerintah.
Selain itu, pemerintah Thai juga tak segan-segan untuk menghancurkan sekolah – sekolah beragama Islam. Namun, ini pun tak luput dari penindasan pemerintah. Satu persatu guru atau ustad di bunuh. Ada yang ditembak, ada juga yang menghilang entah kemana… Subhanallah.
Right Of Self Determination:
“hak anda untuk menentukan nasib sendiri atas wilayah yang kini di duduki asing. Alasan anda benar. Keinginan anda pasti terwujud. Insya Allah’’
Bangsa Thai-Siam senantiasa dengan tipu dayanya
mencoba memerangi Umat Melayu di Patani dengan berbagai kemaupuan yang
mereka miliki, baik secara halus dan tersembunyi maupun secara kasar dan
terang-terangan”.
“Pembantaian demi pembantaian terhadap umat
Melayu di Thailand Selatan bukan cerita baru, inilah demdam kesumat bangsa
kolonialisme Thai-Siam Budha yang tidak pernah pudar terhadap Umat Muslim yang
berbangsa Melayu di Patani, Thailand Selatan”.
Banyak yang tidak mengira, bangsa colonial Thai-Siam memendam
kebencian yang luar biasa terhadap umat Melayu Patani. “telah nyata
kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih
besar lagi…” (ali-imran: 188).
Di hati mereka sudah tertanam kebencian. Artinya, mereka sudah
punya target, umat Melayu Patani harus dimusnahkan dari bumi ‘serambi Mekah’
atau Patani Darussalam. Jadi, pembataian itu target mereka. Sedang-kan target
terakhirnya adalah meng-siamkan umat Melayu Patani dari berbagai sudut kehidupan,
dari sudut budaya, bahasa maupun sudut agama yang mereka anuti.
Selama menjalankan kolonisasi, Kerajaan Thailand memberi hak-hak
istimewa kepada masyarakat Budha yang didiami di bahgian selatan Negara itu.
Buah perilaku kerajaan Thai itu tetap terasa ketika Bangsa Melayu di bawah
penjajah Siam. Seluruh masyarakat Melayu Patani tidak mendapat keistimewaan di
kediaman-nya, padahal mereka adalah penduduk asli. Yang pasti membalurkan warna
suram bagi masa depan masyarakat Melayu Patani. Belum lagi kerugian immatiriil
berupa rasa sakit hati yang sangat dalam menusuk perasaan yang entah dengan
cara apa dapat dihapuskan.
Kini berkembang menjadi “bakar, bunuh Melayu.” Sampai disini
adalah cukup beralasan bila disebut ini sebagai ‘moslem cleansing’, pembersihan Comunity Melayu. Selain rumah-rumah mereka dikepong, jiwa mereka pun
diancam bunuh. Yang lebih mengagetkan lagi adalah upaya transmigrasi oleh
Pemerintah Thailand yang ingin mentransmigrasikan sebagaian besar masyarakat
Budha Siam dari Utara ke Selatan.
Tragedi Masjid Fur'qon ada
perumpamaan tentang pergeseran sosiologis di Patani yang menimbulkan percikan
api. Masyarakat Siam Budha diumpamakan sebagai tuan dan Melayu Patani diumpamakan jongos. Setelah kerajaan Siam menakluk Patani dan dampak
pembangunan serta kegigihan untuk berubah, kini jingos telah kaya dan si tuan
justru tertinggal.
Thailand Selatan sebagai daerah yang subur, Patani dijuluki
“emas hijau” yang akan mengundang kedatangan kaum imigran Budha dari Utara
Thailand ke Selatan sejak berabad lalu. Kerajaan membagun desa untuk kaum
imigran Budha dengan sebuah nama "Nikom" terdiri di beberapa daerah
bahgian propinsi Selatan.
Tragedi Tanjung Lima roda
kehidupan terus berputar. Manusia-manusia yang di perangi, dibantai, dan
dijagal kerana keimanannya, masih berlanjut. Sikap bangsa Kolonial tidak akan
pernah padam dari waktu kewaktu. Ibarat api dalam sekam yang tersimpan di dada
mereka hingga suatu saat dimana bara itu bisa berubah menjadi api yang sangat
dahsyat, dan etnik bangsa Melayu Patani di bahgian propinsi Selatan akan di hapuskan.
Pengawai kerajaan menjelaskan kepada pers bahwa awal kerusuhan hanya
sebahgain kecil golongan yang tidak pendidikan. Sanggahan dari masyarakat
Melayu Patani sudah dilakukan sehubungan dengan perantaan Pengawai kerajaan
tersebut. Akan tetapi, mulut pengawai atasan jelas jauh lebih besar
dibandingkan mulut-mulut kecil warga minority Melayu yang biasa bagi pers yang menjadi
penyebar utama omongan pengawai itu. Anehnya salah seorang Pemerintah Kerajaan
Thailand juga menganggap krisis di Thailand Selatan sebagai perang kemiskinan,
narkotik, narkoba, mafia” Ini omong kosong.
Tragedi Tak Bai, demikian
juga terdapat ungkapan di pihak pengawai Pemerintah Thailand bahwa tidak ada
konflik agama, atau etnik di bahgian propinsi Thailand Selatan, padahal lembaga
pengawas HAM yang beroperasi di New York semacam Human Rights Watch saja menganggap kejadian Konflik di Thailand Selatan itu tidak setakat konflik Historis, Suku,
Etnik, dan kesenjangan Ekonomi, tetapi sudah bermotif Agama.
Ada yang berpendapat bahwa Konflik PATANI Selatan Thailand adalah
murni SARA, ada juga yang berpendapat kerena pertarungan antar Pemerintah
Kolonial Thailand dengan sebuah gerakan ‘Barisan Revolusi’ Patani yang sedang
berjalan, bahkan ada yang mengaitkannya dengan isu mesianisme (ajaran Budhis
Siam-Thai untuk “membersihkan” wilayah – wilayah Melayu di Thailand Selatan
yang akan menjadi tempat kehadiran Thailandisasi dan Siamisasi).
Ini merupakan koflik horizontal antara muslim dan Budhis – Melayu
Patani dan Siam Thailand. Sehingga koflik horizontal murni antara kedua-duanya
ini akhirnya di bawah benar-benar perang.
Adapun tentang pemahaman dokrin itu (mesianisme), bisa jadi seperti
itu. Isu mesianisme bisa juga. Justru menambah pemahanan akidah yang siap mati
bagi Pejuang Pembebasan Melayu Patani. Dan, Patani ini kalau kita perhatikan,
mempunyai potensi konflik ideology sudah dalam , sudah lama, yaitu sejak
kejatuhan Kerajaan Patani di bawah penjajah Siam (Thailand) pada tahun 1785.
Tokoh HAM Sonchai dan Kiayi Haji
Sulong 'dihilangkan' jejak. Kalau sampai saat ini,
efektivity-nya belum tampak riil walaupun sedikit sudah dirasakan oleh
Masyarakat Melayu Patani. Memang arah menuju perbaikan memang ada, tetapi ini
akan menyelesaikan masalah apabila tidak di berengi dengan unsure-unsur yang
lain. Itu baru sisi masalah keamanan. Dan, keamanan sendiri belum bisa menjamin
sepenuhnya kerena umat Melayu di bahgian Selatan Thailand sendiri masih merasa
tidak aman. Sementara, kepercayaan kepada aparat telah pudar, kerena track
record pertama itu pihak parat justru membantai keatas warga minority yang beretnis Melayu (Tragedi Kresik,
Tragedi Tak Bai, Tragedi Tanjung Lima, Tragedi Air Temapayan, dan beberapa
tragedy dan peristiwa kejadian lain lagi).
Jadi, Memang Ada Koflik Ideologi.
Konflik di Patani Selatan Thailand jelas SARA, tidak perlu dengan
istilah-istilah lain seperti “perang kemiskinan” agar tidak menyebar luas.
Mengapa harus menutup nutupi barang busuk. Kerajaan Thailand memang pandai
dalam mengarah ‘cover” dengan istilah-istilah pemanis, tapi lama kelamaan terbongkar
juga borok-boroknya. Dulu, Thailand dikenal sebagai Negara yang paling tinggi
tingkat heterogenity-nya yang terkenal ‘the land of smile’walaupun berbagai
suku dan agama, sehingga mendapat penghargaan dari luar negara.
Tentu saja, Masyarakat Melayu Patani yang sebagian besar beretnis Melayu
mempertanyakan, mengapa Konflik di Patani yang memakan korban jiwa cukup besar
tidak “dilirik” oleh kerajaan Bangkok?
Sebaliknya, mereka (masyarakat Melayu Patani) juga mempertanyakan,
mengapa jika seorang atau dua orang yang beragama Budha terbunuh di bahgian propinsi Selatan, Patani, Yala, Narathiwat dan sebagian propinsi Songkla, kerajaan sangat cepat bertindak tanpa harus didorong oleh pihak lain. Bahkan,
kalau perlu, kerajaan membentuk tim pencari fakta untuk menuntaskan kasus
tersebut.
Kalau dilihat dari pelanggaran hak asasi manusia, tragedy
pembantaian orang Melayu di propinsi Selatan jauh lebih tragis
dibandingkan dengan orang Budha. Jumlah korban terbunuh di bahgian Selatan
mangsa adalah orang Melayu jauh lebih banyak.
Maka di sini tidak aneh lagi sekira seorang Ustaz sekolah Agama di tembak tewas maka akan disusul pula seorang guru Budha yang tewas,
seorang Pak Kiayi (Ulama) di tembak tewas maka disusul pula seorang Biksu,
seorang masyarakat sipil Melayu di tembak tewas maka akan terus pula
seorang sipil Budha tertewas. Ini telah terjadi percaturan konflik yang sedang
berlanjutan di sini.
Sikap tidak puas terhadap peran komnas HAM Thailand dan ini merasa
bingung mengapa harusya menang ‘diam’. Padahal kasus Pembantaian, Pembunuhan,
Mangsa Keganasan, Pemerkosaan, Mangsa di Penjara, Mangsa Tewas di Tembak,
Mangsa di Hilangkan menunjuk angka yang begitu besar. Jumlah korban begitu
banyak. Hanya begitu terpukul dengan kasus-kasusu yang terjadi di Selatan
nagara Thai ini, tetapi kenapa tidak ada reaksi yang begitu keras terhadap
kasus- kasus semua ini.
Bahwa Komnas HAM Thailand tidak acuh terhadap konflik di Thailand
Selatan. Komnas HAM Thailand sudah mengirim orang ke Selatan dan berusaha
mendorong untuk menyelesaikan. Komnas HAM tidak perlu melakukan duplikasi
pekerjaan. Sebab, kalau datang kesana (Thailand Selatan) hanya untuk meninjau,
hanya dilihat sebagai peninjau amatir. Hanya untuk mengumpulkan data kemudian
kembali ke Bangkok. Lalu, apalagi yang diharapkan???
Peristiwa dan kejadian yang berlaku ini tidak hanya membuat
kita sangat prihatin, tapi juga sekaligus memperkeruh persoalan konflik
yang berkepanjangan dan memperpanjang pertanyaan masyarakat Malayu di Selatan
Thai: Apa yang sesungguhnya dilakukan aparat keamanan dan sejauh mana tangung
jawap yang bisa menjamin kehidupan umat Melayu Patani disini?
Apa yang terjadi di Patani Selatan Thailand tidak dapat dianggap
sederhana dan local, kerena dampaknya pasti sangat serius. Kerusuhan di Patani
bukan lagi angka-angka tentang berapa jumlah manusia yang tewas, berapa rumah
ibadah ditembak. Kerusuhan tentangan antar Etnis Melayu Vs Siam, dan Islam Vs
Badha yang sedang terus berjalan di ‘the land of smile’ Gajah Putih’ini...!!!
..Ketika ia membacakan ayat-ayat al-Qur'an, penyerang datang di belakangnya dan menembak di bagian kepala..!!!
Peristiwa penembakan, pengeboman dan penangkapan terhadap penduduk Muslim yang tidak bersalah masih terus terjadi di Thailand selatan. Kali ini seorang Muslimah yang menjadi korbannya.
Yoh Songsa, 49, seorang janda Muslimah tewas ditembak saat ia membaca Al-Quran di kuburan suaminya di distrik Sai Buri, Patani Thailand selatan (20/01/2012).
Dia ditemukan tewas dalam genangan darah di depan makam suaminya, yang juga tewas dalam penembakan acak beberapa waktu lalu, menurut polis setempat.
Polis mengatakan Yoh meninggalkan rumah di Tambon Troh Bon di pagi hari dan mulai membaca Al-Quran sebelum kuburan suaminya, yang dia telah dilakukan secara rutin.
Ketika ia membacakan ayat-ayat al-Qur'an, penyerang datang di belakangnya dan menembak di bagian kepala. Dia meninggal seketika.
Sebelumnya, suami Yoh, seorang petugas kebersihan di Sekolah Chamao di distrik tersebut meninggal setelah dia ditembak oleh penyerang yang tidak dikenal. Polis Thailand menuduh bahwa kedua perbuatan itu dilakukan oleh para pejuang Patani. Peristiwa penembakan, pengeboman dan penangkapan terhadap penduduk Muslim yang tidak bersalah masih terus terjadi di Thailand selatan. Belum lagi pelecehan seksual terhadap gadis-gadis dan istri-istri orang Muslim Melayu.
Selain secara terang-terangan dengan menggunakan aparat keamanan reguler, pemerintah Thailand Budhis juga diduga menggunakan sebuah tim dengan julukan Squad Kematian untuk menteror umat Melayu di Patani,Yala dan Narathiwat.
Squad kematian bentukan pemerintah tersebut selama ini diduga berada dibalik pembunuhan dan penyerangan secara diam-diam terhadap umat Melayu Muslim di provinsi perbatasan selatan.
Right Of Self Determination: “hak anda untuk menentukan nasib sendiri atas wilayah yang kini di duduki asing. Alasan anda benar. Keinginan anda pasti terwujud. Insya Allah’’
Pemberontak di bahgian Thailand selatan adalah kelompok kekerasan, Militan, ekstrem, teroris, spratis, terdapat ungkapan kata ini banyak di koran, surat khabar harian dan liputan media Thailand maupun liputan media internasional..
Namun juga menurut pemerintah Thailand menilai bahwa para aktivis di selantan Thailand telah ‘memenfaatkan agama’ untuk menyulut aksi kekerasa.
Dengan jelas, keadaan demikian sudah dirasakan rakyat di wilayah selantan Thailand sejak kerajaan Siam mencaplok kerajaan Patani tahun 1902. Patani adalah bangsa indentity Melayu yang sagat berdeba dengan bangsa Siam.
Ini merupakan fakta sosio-historis dan sudah ada jauh sebelum terbentuknya kerajaan Thailand. Kerana Kerajaan Patani ditundukkan kerajaan Siam melalui peperangan, maka dengan sendirinya bentuk hubungan kerajaan Thailand dengan rakyat dibekas Kerajaan Patani tidak beda dengan kekuasaan penjajah atas rakyat yang dijajah. Kerajaan Patani ditundukkan kerajaan Siam melalui peperangan, maka dengan sendirinya bentuk hubungan kerajaan Thailand dengan rakyat di bekas Kerajaan Patani tidak beda dengan kekuasaan penjajah dengan rakyat yang di jajah. Hak-hak rakyat di negeri jajahan diabaikan.
Masuknya unsur agama dalam konflik ini merupakan hal yang tidak terhindarkan. Indentity Melayu Patani mencakupi agama Islam, sementara pemerintah Siam beragama buddha. Jika disebut konflik di wilayah Thailand Selatan berubah menjadi perang agama. Apa yang terjadi disini semata-mata menyangkut perjuangan suatu bangsa yang ditindas. Perjuangan ini mempunyai landasan historis, bahasa, agama, maupun etnis sangat berbeda dengan masyarakat siam yang berkuasa.
Sulit mengetahui sejauh mana kebijakan baru itu akan mengubah suasana di Thailand Selantan. Sebab, persepsi masyarakat Muslim terlanjur mengalami transformasi. Reaksi tersebut mencerminkan masih sulitnya problem yang dihadapi pemerintahan Thailand dalam masalah etnis di wilayah itu. Bila kenyataan demonkrasi hanya untuk bangsa Thailand budha, belum untuk bangsa secaran keseluruhan. Sebaliknya mereka malah dianggap duri dalam daging, yang kalau dapat harus dikenyahkan. Kalau dilihat tingginya frekewensi kekerasan yang dilakukan pemerintah pada bangsa Patani, mak nafsu untuk penyenlapan itu sungguh terjadi. Bayangkan berapa kali perdana menteri minta maaf setiap terjadi pem bantaian di tempat ibadah (peristiwa dalam masjid kresik), tetapi terus diulang dengan lebih mengerikan dengan tragegi Takbai.
Memang bukan tentera itu yang bersalah, tetapi ada yang salah dalam otak bangsa Thai, yakni kesalahan dalam memandang Comunity Muslim di wilayah Patani, bangsa ini mengaku metropolis, demonkrat, tetapi dalam kenyataannya belum bisa menerima perbedaan. Di mana ada demokrasi tanpa mengenal perbedaan pendapat, kalau tidak dalam bangsa yang masih rendah peradabannya yang belum setara dengan tuntutan demokrasi itu sendiri. Demokrasi barangkali baik bagi orang lain, tetapi bagi bangsa patani bagaikan negara yang aristokrasi atau sejenisnya.
Apa yang mencakupi konflik di wilayah Selantan Thai tidak terlepas dari suatu perjuangan untuk membebaskan haknya kembali, seringkali media pers dalam negeri maupun media-media pers di dunia internasional masih menganggap konflik yang terlanjut di Thailand Selantan merupakan motif berdasar atas kelompak spratis, ekstrem, teroris, militan dan dengan kata sejenisnya. Sedangkan bagi masyarakat Melayu Patani tidak menganggap hal yang dimaksudnya, mereka menganggap mereka adalah kelompak masyarakat yang tertindas, masyarakat bangsa yang dijajah, dianianya, dizalim, tidak berprikemanusiaan oleh penjajah Siamisasi dan Thailandisasi.
Landasan Nasionalis Dalam Hukum Internasional
Landasan dasar Internasional kemerdekaan sebuah Bangsa sebagai bukti tentang hak-hak dari segala bangsa yang ada di muka bumi dapat kita lihat dalam deklarasi-deklarasi atau piagam-piagam bersejarah seperti :
1- Piagam Atlantik (Atlantic Charter),
2- Piagam San Francisco,
3- Konferensi Asia-Afrika; dan
4- Piagam Hak Asasi Manusia
1- Piagam Atalantik
Piagam Atlantik (Atlantic Charter), 14 Agustus 1941 yang ditandatangani oleh presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill. Isi dari piagam ini adalah :
a. tidak boleh ada perluasan daerah tanpa persetujuan dari penduduk asli.
b. Setiap bangsa berhak menentukan dan menetapkan nasib sendiri.
c. Setiap bangsa berhak mendapat kesempatan untuk bebas dari rasa takut dan bebas dari kemiskinan.
2- Piagam San Francisco
Piagam San Francisco, merupakam piagam PBB yang ditandatangani oleh 50 negara yang pertama menjadi anggota PBB. Dalam piagam ini disebutkan :
“ … kami akan menegak keyakinan akan dasar-dasar hak manusia sebagai manusia sesuai dengan harkat dan derajat manusia berdasarkan atas hak-hak yang sama … serta berusaha memajukan rakyat dan tingkat kehidupan yang lebih baik dalam suasana kemerdekaan yang lebih luas”.
Berdasarkan kedua landasan dasar tersebut, maka bangsa Melayu Patani berhak menjadi suatu negara yang merdeka, dan berjuang menuntut Hak Kemerdekaan Patani mempunyai kedudukan yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
Dengan Landasan Dasar Internasional Pejuang Kemerdekaan Melayu Patani tercermin bahwa tuntutan kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadialan.
Dan Perjuangan Kemerdekaan Patani itu bertujuan mengantarkan rakyat Melayu Patani ke depan pintu gerbang kemerdekaan, yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas dengan selamat sentosa.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Patani Darussalam yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Melayu Patani, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
3- Konferensi Asia-Afrika
Demikian juga diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika
a. Bangsa-bangsa Asia – Afrika memiliki persamaan nasib dan sejarah yakni samasama menjadi sasaran penjajahan bangsa-bangsa Eropa.
b. Semakin meningkatnya kesadaran bangsa-bangsa Asia-Afrika yang masih terjajah untuk memperoleh kemerdekaan misalnya, Yaman sedang berjuang membebaskan Aden dari kekuasaan Inggris, Rakyat Aljazair, Tumisia, Maroko, Sudan, dan Kongo sedang membebaskan tanah airnya dari kekuasaan bangsa Eropa, dan lain-lain.
c. Perubahan politik yang terjadi setelah Perang Dunia II berakhir yakni situasi internasional diliputi kecemasan akibat adanya perlombaan senjata antara Blok Barat dan Blok Timur.
d. Diantara bangsa-bangsa Asia yang telah merdeka masih belum terdapat kesadaran untuk bersatu, yang kemudian Rusia dan Amerika Serikat ikut melibatkan diri dalam masalah tersebut.
Tujuan Konferensi Asia-Afrika mempertimbangkan masalah-masalah mengenai kepentingan khusus dari bangsa-bangsa Asia-Afrika seperti yang menyangkut kedaulatan nasional, rasionalisme, dan kolonialisme.
Konferensi Asia-Afrika juga mengajak semua bangsa di dunia untuk hidup bersama dalam perdamaian dan menjalankan kerja sama dalam suasana persahabatan atas dasar sepuluh prinsip yang dikenal dengan “Dasasila Bandung” (Bandung Declaration). Adapun isi Dasasila Bandung selengkapnya adalah :
1) Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat dalam Piagam PBB.
2) Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
3) Mengakui persamaan ras, dan persamaan semua bangsa baik besar maupun kecil.
4) Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal besar maupun kecil.
5) Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
6) a. Tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus salah satu negara besar.
b. Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
(7) Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
(8) Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hukum, ataupun cara damai lain lagi menurut pihak-pihak yang bersangkutan, sesuai dengan Piagam PBB.
(9) Memajukan kerja sama untuk kepentingan bersama.
(10) Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
4- Piagam Hak Asasi Manusia
Dalam Piagam Internasional tentang Hak Asasi Manusia juga menyebut beberapa pasal dalam hal ini antaranya:
Pasal 1 : Semua manusia dilahirkan merdeka, memiliki persamaan dalam kehormatan dan hak.
Pasal 2 : Semua manusia dapat menikmati semua hak-hak dan kemerdekaan yang disebutkan dalam piagam ini tanpa perbedaan sedikitpun.
Pasal 3 : Setiap individu mempunyai hak hidup, kemerdekaan dan keselamatan diri
Pasal 4 : Tidak diperbolehkan memperbudak siapapun.....’’
Rakyat Melayu Patani tidak mengatakan apakah ini ‘Embrio Benturan Peradaban’ yang di maksud ‘Samuel Huntington’. Tetapi di asia timur hal seperti ini sudah diramalkannya jauh sebelumnya. Kita berharap bukan jenis benturan peradaban itu yang terjadi. Sebab jika memang demikian, dua negara bertetangga, Myanmar dan Thailand, juga Kemboja dan Thailand, yang didomonasi agama buddha, mulai terseret skenario berbahaya tersebut.