Lawan Lupa, Mengingati Tragedi Hitam
28 April, 11 Tahun, Kresik Berdarah..!!
Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia dan diproklamirkan oleh Resolusi Majlis Umum 217 A (111) 10 Desember 1948 menerangkan pasal 9: Tidak seseorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara sewenang-wenang. Mengikut Pasal 5: Tidak seorang pun boleh dianianya atau diperlakukan secara kejam, dengan tidak mengingat kemanusiaan, ataupun jalan perlakuan atau hukum yang menghina.
Dalam peristiwa 'Kresik Berdarah' terdapat sebanyak 34 remaja dan pemuda yang berlindung di Masjid Kre Se, Pattani, ikut terbunuh. Masjid tua peninggalan abad ke-17 ini hancur karena aparat keamanan menembakinya sejak pukul 05.00 hingga 14.10. Ny Sema dan warga lain mengaku menyaksikan helikopter meraung-raung sambil melepaskan tembakan di atas masjid seluas 20 x 25 meter itu. Sementara kendaraan lapis baja menutup rapat jalan masuk dan keluar. Lebih dari 100 anggota militer dan polis ikut menembaki masjid bersejarah itu.
Dalam kekerasan ini pasukan Thailand juga diperkirakan telah bertindak berlebihan terhadap 113 pemuda Melayu yang tewas. Sekelompok anak muda bersenjatakan parang dihadapi dengan persenjataan berat karena diduga akan menyerang kantor polis.
Peristiwa di Masjid Kre Se dan Tak Bai merupakan cermin bahwa hukum telah mati suri di wilayah Selatan. Tetapi ini bukanlah fenomena baru. Sejak lama Thailand Selatan mirip daerah tidak bertuan. Di sini yang berlaku hanyalah hukum rimba.
Kebiadaban tentara Thailand terhadap umat Melayu di Patani sebenar telah mengakar sejak berdirinya negeri gajah putih itu. Ini tidak hanya menyangkut ketegangan budaya tetapi soal ketegangan berbangsa.
Bangsa Thai yang majority berbangsa Siam kelihatannya belum menerima orang Melayu Patani sebagai masyarakat sebangsa. Secara giografis Patani di klaim sebagai wilayah kerajaan Thai, tetapi sebaliknya secara demografis dan cultural Patani selalu dilihat sebagai bangsa lain yang kehadiran di anggap mengangu keutuhan bangsa itu, akibatnya mareka didiskriminasi karena berbeda ras dan berebeda bangsa dengan demikian juga beda kultur. Perbedaan itu yang membuat pemerintah Thai bersikap diskriminatif bahkan cenderung diekpresikan dengan tindakan kekerasan maupun masal.
Bangsa Thai yang majority berbangsa Siam kelihatannya belum menerima orang Melayu Patani sebagai masyarakat sebangsa. Secara giografis Patani di klaim sebagai wilayah kerajaan Thai, tetapi sebaliknya secara demografis dan cultural Patani selalu dilihat sebagai bangsa lain yang kehadiran di anggap mengangu keutuhan bangsa itu, akibatnya mareka didiskriminasi karena berbeda ras dan berebeda bangsa dengan demikian juga beda kultur. Perbedaan itu yang membuat pemerintah Thai bersikap diskriminatif bahkan cenderung diekpresikan dengan tindakan kekerasan maupun masal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar