Sampai saat ini indeks kinerja HAM mengenai penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu tidak mengalami perubahan yang signifikan menandakan tidak ada tanggapan serius oleh pemerintah. Pada tanggal 12 March yaitu Hari Memperingati 9 Tahun Kematian Misteri Tokoh HAM Somchai.
Ku bisa tenggelam di lautanAku bisa diracun
Aku bisa terbunuh di trotoar jalan
Tapi aku tak pernah mati
Tak akan berhenti
Hanya seorang individu sendirilah yang dapat menyatakan seseorang itu adalah pahlawan..''Siapa Dalang Pembunuhannya..?
Demikian kehilangan Somchai baru-baru ini, kasus kehilangan Somchai sebagai tokoh HAM pembela Muslim. Mereka sebagai seorang pengacara Muslim yang banyak menangani case hak asasi manusia dan dinyatakan hilang, ternyata dibunuh oleh pejabat negara. Special teams pemerintah sedang menyidik case itu. Kelompok HAM menduga pengacara 52 tahun itu diculik dan dibunuh oleh pejabat polis. Sebab, Somcahi kerap protes atas penanganan masyarakat Muslim di selatan Thailand. Dia juga pernah menuduh polis menyiksa empat client nya yang dituduh anggota Jemaah Islamiyah selama di tahanan.
Somchai menghilang saat menjadi pengacara bagi 5 warga muslim di Thailand Selatan. Somchai mengajukan complain karena client nya mendapat penyiksaan selama dalam tahanan. Sebelum menghilang, Somchai mengaku kepada istrinya bahwa nyawanya dalam bahaya. Ada beberapa petugas yang terus membuntuti dirinya. Seorang saksi dalam persidangan mengaku melihat Somchai dipaksa masuk ke mobil di jalanan Kota Bangkok pada suatu malam.
Raibnya Somchai Neelaphaijit dan pengadilannya kemudian mengundang attention terhadap perlakuan Thailand terhadap hak asasi manusia. Barisan activist HAM bersikukuh menyatakan pengacara berusia 52 tahun itu diculik dan dibunuh, karena kecaman lantangnya terhadap cara apparatus keamanan menangani pergolakan di selatan.
Hasil diintervensi oleh KontraS (Comisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dapat menjelaskan bahwa:
Tokoh HAM Somchai Neelaphaijit (Abu Bakar)Pada 12 March 2004, Somchai Neelaphaijit (Abu Bakar), seorang pembela kelompok tertindas Muslim di Thailand. Sejak itu, keberadaannya tidak jelas lagi. Kemungkinan besar ia sudah mati, disiksa dan dihilangkan secara paksa. Uniknya juga case diselesaikan dengan mengelar pengadilan setengah hati. Di Thailand, pengadilan mem-verdict Major Polis Ngern Tongsuk tiga tahun penjara sementara membebaskan 4 terdakwa lainnya. Pengadilan kasus ini juga gagal mengungkapkan kebenaran atas motif politik yang sebenarnya. Sementara Major Polis Ngern Tongsuk dihukum karena menghilangkan barang bukti dan menghalangi hukum (obstruction of law). Pasca persidangan authority politik PM Thaksin Shinawatra mengaku kecewa dan terus bercommitment akan mencari dalang pelaku utamanya. Case ini juga ditangani oleh Department of Special Investigation yang tidak berada di bawah control Police Thailand. Meski mechanism spesial tersebut telah menemukan berbagai bukti, keterangan, dan informasi yang penting, namun investigation lanjutan tidak terlihat berjalan. Pernyataan pimpinan politik di negara Thai nampak hanya sebagai lip service dan gagal memberikan kebenaran yang authentic bagi keluarga korban dan public luas. Kegagalan penanganan kasus ‘individual’ ini juga menandakan memudarnya sistem aturan hukum (rule of law) di dalam Negara Thailand. Tetapi juga kepada community Muslim di Thailan Selatan yang selama ini susceptible terhadap pelanggaran HAM. Kegagalan kasus Somchai justru akan semakin menghambat upaya damai dan reconciliation di wiliyah selatan Thailand yang dibeberapa tahun belakangan ini menjadi wilayah conflict yang intensive.[1]
Pada tahun 1998, PBB meng- adoption Declaration Pembela HAM. Dokumen ini mengakui bahwa problem-problem utama di dunia akan berakhir -khususnya di negeri-negeri dengan regime yang repressive yang kurang peduli terhadap aturan main dalam hukum- adalah kebutuhan untuk menyediakan perlindungan bagi orang-orang yang berjuang untuk HAM.
Pembela HAM di seluruh kawasan Asia saat ini mendapatkan resiko atas kehidupannya. Keputusan untuk membunuh pembela HAM dan perilaku pembunuhan dilakukan secara rahasia. Hukum, pengadilan dan organisasi sipil tidak dapat menghentikan pembunuhnya. Di banyak kasus, apparatus negara dan lembaga negara terlibat dalam pembunuhan tersebut.
Pembunuhan terhadap setiap pembela HAM adalah upaya untuk membunuh gerakan HAM. Ini juga merupakan serangan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Tujuannya adalah untuk menciptakan dan mempertinggi ketakutan. Dimana ketakutan hadir, ada banyak lebih kesempatan untuk pembunuhan selanjutnya, dan kesempatan yang lebih sedikit untuk memulihkannya. Ini merupakan method yang bertujuan untuk membisukan tidak hanya satu orang tetapi membisukan setiap orang.
Saat ini ketakutan yang intensive muncul di banyak negara bagian di Asia, dengan kasus “dihilangkan”, rakyat-rakyat muslim di Thailand Selatan telah banyak menjadi korban tertuduh kekerasan sebagai“Kambing Hitam”. Ini diciptakan oleh sejarah repression, dan serangkaian pembunuhan. Intimidation dan kekejaman adalah makanan sehari-hari dari kehidupan rakyat. Pembela HAM dan rakyat muslim Selatan Thai terus berhadapan dan mengatasi ketakutan, Intimidation dan kekejaman ini.
Angkhana Neelaphaijit
Angkhana Neelaphaijit, Isteri Somchai.
Angkhana Neelaphaijit adalah istri dari pengacara HAM Thailand, Somchai Neelaphaijit yang diculik oleh polis pada 12 March 2004. Pada saat itu, Somchai sedang membela klien-kliennya yang menuduh polis yang melakukan penyiksaan. Mayatnya tidak pernah ditemukan. Angkhana telah menjadi garis terdepan dari campaign untuk mendapatkan keadilan atas hilangnya Somchai. Pada Januari 2006, seorang petugas polis di-verdict 3 tahun penjara, namun dalang dan keseluruhan kejahatan tidak pernah di-identification. Ia telah mendapat ancaman mati karena ia melanjutkan kerjanya. Ia menemui pejabat PBB baik di Thailand maupun di luar negeri untuk mengejar case ini.
Pada hari perempuan internasional di tahun 2006, ia mendapat penghargaan dari Commission Thailand sebagai “seorang pembela HAM perempuan luar biasa”. Pada 11 Maret 2006, ia mendapat ''The 2nd Asian Human Rights Defender Award'' dari AHRC atas nama suaminya, yang juga mendapat pengakuan atas kerja Anghkhana sejak hilangnya suaminya 2 tahun lalu. Anghkhana saat ini menjadi inspiration dari sekian banyak orang-orang di Thailand, sebagaimana juga di tingkat internasional. Dalam melakukan kerjanya ia didukung oleh lima anaknya.
Pada 30 Maret 2006 juga AHRC telah me-nomination-kan seorang istri pembela HAM yang luar biasa untuk menerima penghargaan ternama, ''Gwangju Prize for Human Rights'' tahun 2006, diberikan oleh May 18 Memorial Foundation, Korea.
Demikian kehilangan Somchai, Hakim Elizabeth Evatt, anggota International Commission of Jurists yang bermarkas di Jenewa, Swiis. Ia berharap case ini bisa segera dituntaskan. Sebelumnya, banyak kalangan yang khawatir case ini akan semakin memperparah aksi kekerasan di Thailand Selatan.
Bisa lihat maklumat lanjut mengenai Somchai di,
http://campaigns.ahrchk.net/somchai/
[1] Sarawut Pratooras, Usman Hamid, Suciwati, Rusdi, Marpaung, Mugiyanto, “Peringatan Dua Tahun Kasus Somchai Neelaphaijit, Negara Belum Menghargai Human Rights Defender”, www.kontras.com,
Dia dibunuh.Mayatnya dimasukkan ke dalammtong drum kemudiannya dibakar!
BalasHapus