Right Of Self Determination - Give Back For The PATANIAN Entire Land

Jumat, Juni 08, 2012

Memperingati Tiga Tahun Tragedi Berdarah Masjid Furgon


Insiden penyerangan brutal dengan senapan serbu otomatis yang menewaskan 11 orang dan melukai 19 jamaah Sholat Isya’ di Masjid Al-Furgon, desa Ai-Payea, Distrik Joh AiRong, Narathiwat, pada 8 Juni 2009 lalu tak pelak memperpanjang derita warga Melayu Muslim di Thailand Selatan. Pembantaian itu berlangsung saat Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejajiva sedang membahas upaya penyelesaian kekerasan yang terus berlangsung di Thailand Selatan dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak. 

Opini yang selama ini dibangun oleh pemerintah Thailand adalah dengan menarik benang merah pemicu konflik itu yang menurut mereka disebabkan lantaran warga majority Muslim di empat provinsi, yakni Narathiwat, Songkhla, Yala, dan Pattani, berniat melepaskan diri dari Thailand. Sedangkan bagi warga Muslim sendiri, akar masalahnya sebenarnya terletak pada tindakan sewenang-wenang aparat keamanan Thailand yang seringkali menebarkan teror kepada warga etnik Melayu Muslim dan sikap pemerintah Thailand sendiri yang tidak proaktif dan tidak serius menuntaskan masalah ini.

Memperingati Tiga Tahun Tragedi Berdarah Masjid Furgon. Senin malam, sewaktu Isya, sekelompok pria bersenjata (sekitar enam orang) dengan penutup wajah, mengepung masjid dari arah depan dan samping.

Pembantaian dilakukan saat Shalat Isya ditunaikan, tepatnya, pada rakaat kedua, ketika Imam membaca surah Al Fatihah. Berondongan peluru di arahkan ke 50 jamaah yang sedang berjamaah, dari sisi kanan dan kiri masjid, dan mengenai bagian kepala dan perut korban. Dari selongsogn peluru yang berserakan, penembak dipastikan menggunakan senjata M-16. Senjata organik militer Thailand. 

Malam nahas itu menyebabkan, 11 Muslim gugur dan 19 lainya luka-luka cukup parah. Sepuluh Muslim meninggal di lokasi kejadian dan seorang lainnya menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit setelah mengalami luka-luka cukup parah. 

Penderitaan yang dialami oleh warga Muslim di Selatan Thailand sebenarnya telah berlangsung selama bertahun-tahun. Warga minority Melayu Muslim tidak bisa hidup tenang karena berada di bawah bayang-bayang kecemasan dan drama kehidupan yang mencekam. Setiap hari mereka selalu dihantui oleh teror dan kekerasan fisik dari tentara Thailand. Mereka merasa asing di negeri sendiri. Karenanya, mereka memimpikan dapat hidup bebas dan menjalankan ibadah menurut agama mereka (Islam) dengan tenang. Sayangnya, mimpi itu masih terkubur sangat dalam. Selatan Thailand bagaikan penjara terbuka dengan wajah seram yang sengaja dibangun oleh pemerintah kolonial Thailand

Setiap saat tentara Kerajaan kolonial Thaiand dapat seenaknya menculik, menyiksa, dan menembak warga etnik Melayu kapanpun mereka mau.


Peristiwa Ai-Payea

1 komentar:

  1. Masya Allah.... semoga Allah memberi kememanangan kepada kaum muslimin Patani...

    BalasHapus