Insiden
penyerangan brutal dengan senapan serbu otomatis yang menewaskan 11 orang dan
melukai 19 jamaah Sholat Isya’ di Masjid Al-Furgon, desa Ai-Payea, Distrik Joh AiRong,
Narathiwat, pada 8 Juni 2009 lalu tak pelak memperpanjang derita warga Melayu Muslim
di Thailand Selatan. Pembantaian itu berlangsung saat Perdana Menteri Thailand
Abhisit Vejajiva sedang membahas upaya penyelesaian kekerasan yang terus
berlangsung di Thailand Selatan dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.
Opini
yang selama ini dibangun oleh pemerintah Thailand adalah dengan menarik benang
merah pemicu konflik itu yang menurut mereka disebabkan lantaran warga
majority Muslim di empat provinsi, yakni Narathiwat, Songkhla, Yala, dan
Pattani, berniat melepaskan diri dari Thailand. Sedangkan bagi warga Muslim
sendiri, akar masalahnya sebenarnya terletak pada tindakan sewenang-wenang
aparat keamanan Thailand yang seringkali menebarkan teror kepada warga etnik Melayu Muslim
dan sikap pemerintah Thailand sendiri yang tidak proaktif dan tidak serius
menuntaskan masalah ini.
Memperingati Tiga Tahun Tragedi Berdarah Masjid Furgon. Senin malam, sewaktu Isya,
sekelompok pria bersenjata (sekitar enam orang) dengan penutup wajah,
mengepung masjid dari arah depan dan samping.
Pembantaian
dilakukan saat Shalat Isya ditunaikan, tepatnya, pada rakaat kedua,
ketika Imam membaca surah Al Fatihah. Berondongan peluru di arahkan ke
50 jamaah yang sedang berjamaah, dari sisi kanan dan kiri masjid, dan
mengenai bagian kepala dan perut korban. Dari selongsogn peluru yang
berserakan, penembak dipastikan menggunakan senjata M-16. Senjata
organik militer Thailand.
Malam nahas itu menyebabkan, 11 Muslim gugur dan 19 lainya luka-luka cukup parah.
Sepuluh Muslim meninggal di lokasi kejadian dan seorang lainnya
menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit setelah mengalami luka-luka
cukup parah.
Penderitaan
yang dialami oleh warga Muslim di Selatan Thailand sebenarnya telah berlangsung
selama bertahun-tahun. Warga minority Melayu Muslim tidak bisa hidup tenang karena
berada di bawah bayang-bayang kecemasan dan drama kehidupan yang mencekam.
Setiap hari mereka selalu dihantui oleh teror dan kekerasan fisik dari tentara Thailand .
Mereka merasa asing di negeri sendiri. Karenanya, mereka memimpikan dapat hidup
bebas dan menjalankan ibadah menurut agama mereka (Islam) dengan tenang.
Sayangnya, mimpi itu masih terkubur sangat dalam. Selatan Thailand bagaikan
penjara terbuka dengan wajah seram yang sengaja dibangun oleh pemerintah kolonial Thailand .
Setiap saat tentara Kerajaan kolonial Thaiand dapat seenaknya menculik, menyiksa, dan menembak warga etnik Melayu kapanpun mereka
mau.
Peristiwa Ai-Payea
Masya Allah.... semoga Allah memberi kememanangan kepada kaum muslimin Patani...
BalasHapus