"Ada yang menculik, ditahan dan hilang, tempatnya saya tahu di mana, ditembak, dibuang...!!
Kaburnya garis batas antara kawan dan lawan mengakibatkan aparat keamanan jadi sering salah langkah dan bertindak membabi buta. Kesalahan penahanan tersangka atau penyerangan bersenjata bukan kejadian langka di Patani Selatan Thailand.
Tak dapat dihindari, ketidakmampuan memisahkan secara tegas antara kawan dan lawan segera menular dari jajaran pemerintah dan keamanan ke warga masyarakat biasa: pegawai swasta, pengusaha, pedagang, buruh penyadap getah karet, hingga petani di desa-desa. Mereka semua terjangkit paranoia dan saling curiga yang berlebihan, bahkan kepada aparat tentera yang menjaga keamanan.
Rasa saling curiga pun berkembang. Bukan hanya di antara warga Melayu dan Siam, tapi juga di antara warga Melayu yang juga sama aparat tentera kerajaan.
Adanya rasa takut yang menghantui warga Melayu di provinsi Pattani, Yala, dan Narathiwat sekarang ini. Fenomena ini muncul khususnya setelah merebaknya sejak kekerasan awal 2004.
Rasa saling curiga berkembang di antara kedua golongan. Apalagi jika mereka tak saling kenal.
Ada kesan,tentara menangkap orang hanya tersangka ‘Kambing Hitam’ untuk menenangkan warga dan menunjukkan bahwa mereka mampu mengungkap berbagai kasus kekerasan misterius yang memang meresahkan.
Adanya daftar hitam yang digunakan Pemerintah Thailand untuk menangkapi para tersangka. kemungkinan ada nama-nama yang masuk dalam daftar hanya karena dendam pribadi. Malah juga mangsa yang tidak bersalah.
Bagaimanapun, daftar hitam ini menunjukkan ketidakberdayaan aparat keamanan Thailand menggulung para gerilyawan yang sesungguhnya, sampai-sampai mereka membuat daftar tersangka yang hanya didasarkan pada informasi sumir warga biasa. Perburuan dengan cara seperti ini jelas tak menciptakan ketenangan dan kedamaian, tetapi, sebaliknya, meningkatkan rasa saling curiga di antara warga Melayu terhadap aparat pemerintah Thailand Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar