Wilayah Thailand selatan telah menjadi sarang kekerasan
mematikan selama lebih dari satu dekade sejak kelompok pejuang Pembebasan
Patanii mengobarkan perlawanan melawan pemerintah colonial Kerajaan Thailand.
Pada pekan lepas, Penguasa Kudeta Thailand Prayuth Chan-ocha menolak tawaran syarat dari kelompok utama pejuang di PATANI-Selatan Thai untuk menggelar
pembicaraan resmi perdamaian. Barisan Revolusi Nasional (BRN) menyatakan akan bersedia memasuki perundingan resmi yang berkoflik puluhan
tahun itu jika syarat tertentu dipenuhi pemerintah Thailand. BRN menuntut perundingan
harus didasarkan pada persetujuan dari kedua belah pihak yang harus mengadakan
dari pihak ketiga dan penyaksian dari peserta internasional. Mediator dalam
perundingan harus netral, tidak ada kepentingan dalam konflik sesuai dengan langkah-langkah yang
ditetapkan, dan proses perundingan harus dirancang bersama-sama antara kedua
konflik sebelum perundingan dimulai. Lihat di: Surat BRN, Pasca Bom dan Proses Menuju Damai Patani, http://dangerofpatani.blogspot.my/2017/04/surat-brn-pasca-bom-dan-proses-menuju_11.html.
Barisan Revolusi Nasional, BRN -yang merupakan kelompok
berpengaruh dalam konflik berdarah selama 13 tahun di Thailand selatan-
menyatakan siap berunding langsung dengan pemerintah pusat Bangkok.
Sementara itu Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha menolak
tawaran itu dan menyatakan pembicaraan perdamaian adalah masalah dalam negeri
dan tidak memerlukan penengahan atau pengamatan asing. "Mengapa mereka
perlu menengahi? Tidak dapatkah kita menyelesaikan masalah kita? Jika mereka
datang, apa jaminan bahwa mereka akan memahami masalahnya?" kata Prayuth.
Prayuth menyatakan perundingan akan berlanjut di Malaysia
dengan kelompok berbeda, Mara Patani [1]
, namun pakar kawasan mengatakan bahwa unsur pemberontak sebagian besar
terasingkan tidak memiliki kekuatan nyata di lapangan.
Demikian Ketua Tim Perunding Thailand, Aksara Kerdphol,
menegaskan kepada Nopporn Wong-Anan, Editor BBC Thailand, bahwa sudah ada
perwakilan BRN dalam perundingan yang ditengahi pemerintah Malaysia yaitu di
MARA Patani. Bagaimana mungkin mereka mengatakan itu bukan perwakilan yang
sebenarnya, kata Kerdphol kepada BBC Thailand.
Pejuang Melayu BRN
Patani telah secara rutin melakukan serangan untuk membubarkan kesepakatan
antara tentara kerajaa Thailand dan Mara Patani, kelompok yang mengklaim
mewakili jaringan gerilyawan di meja perundingan.
Don Pathan, Pengamat lokal di Thailand Selatan |
Pengamat lokal di Thailand selatan, Don Pathan mengingatkan,
pembicaraan damai itu akan menghadapi masalah jilka tidak melibatkan faksi
Barisan Revolusi Nasional (BRN) Melayu, Patani, yang terlibat pemberontakan
aktif di lapangan.
Kata Don Pathan, "Saya tak melihat kesepakatan ini
merupakan sebuah terobosan besar, dan
Mara Patani tak memiliki kekuatan untuk memerintah dan mengendalikan
kelompok-kelompok pemberontak di lapangan," tambah Pathan, peneliti yang
memahami kondisi di wilayah tersebut.
Konflik di wilayah berpenduduk sebagian besar suku Melayu di
provinsi Selatan -Yala, Pattani dan Narathiwat- menewaskan lebih dari 6.500
orang sejak meningkat pada 2004, kata kelompok pemantau mandiri Deep South
Watch.
"Dalam jangka panjang, jika pemerintah menginginkan
perdamaian abadi di wilayah itu, mereka harus menyertakan BRN dalam setiap
perundingan," kata Srisompop Jitpiromsri, direktur Deep South Watch.
Srisompop Jitpiromsri, Direktur Deep South Watch. |
Bagaimanapun Wakil Rektor University Fatoni di Patani, Dr
Ahmad Omar, berpendapat secara organisasi BRN memang tidak bisa dikatakan
terlibat dalam perundingan Mara yang
ditengahi pemerintah Malaysia.
Yang disebut sebagai perwakilan BRN, tambah Dr Ahmad Omar,
lebih merupakan individu-individu padahal partisipasi resmi BRN dianggap
penting dalam proses perundingan untuk mewujudkan perdamaian di Thailand
selatan. Secara umumnya (perundingan Mara Patani) tidak membuahkan hasil yang
baik. Hanya sedikit saja.
"Karena BRN merupakan suatu gerakan yang mempunyai
militer di lapangan. Untuk menyelesaikan keamanan, penting dengan BRN,"
tutur Dr Ahmad Omar.
Saat ini sedang berjalan proses perundingan yang ditengahi
oleh pemerintah Malaysia setelah terhentinya perundingan sebelumnya karena
kudeta politik di Bangkok tahun 2014 lalu. Akan tetapi BRN mengganggap
perundingan sebelumnya tidak pernah dinyatakan berhenti secara resmi dan
menolak perundingan yang ditengahi pemerintah Malaysia tersebut.
Tahun 2014 berlaku kudeta di Bangkok dan ada pergantian
pemerintah. BRN melihat bahwa hal itu sebagai faktor penting dalam menggagalkan
proses namun tidak berarti memerlukan proses baru. Secara azas[2]
BRN melihat proses itu belum tamat, karena belum ada pihak-pihak yang
menyatakan proses itu sudah tamat jadi kenapa perlu proses baru. Bagi BRN
penciptaan proses yang baru setelah tahun 2013 itu adalah menyalahi dasar yang
sudah disetujui sebelumnya. Kesediaan untuk kembali ke meja perundingan
merupakan yang pertama kali BRN ungkapkan setelah perundingan tahun 2013 lalu
yang gagal karena kudeta militer setahun kemudian.
"Yang dinaikkan ke atas meja bukan BRN lagi tapi Mara
Patani. Pada awalnya perundingan adalah antara kerajaan Thailand dan BRN, jadi
prosesnya belum selesai tapi kenapa menciptakan satu proses yang baru?"
tegas Abdul Karim dari Departemen Informasi BRN.
Pendirian Damai BRN
Jika pemerintah kudeta Thailand menolak proses perundingan
damai, itu berarti pemeritahan Thailand kembali ke jalur lama yang menggunakan
kekerasan. Selama ini BRN juga menggunakan perjuangan bersenjata untuk mencapai
kebebasan dari wilayah yang dulu masuk dalam kedaulatan Kerajaan Melayu Patani
di Thailand Selatan, namun tidak pernah menutup penyelesaian politik.
Perjuangan bersenjata itu ditempuh karena peluang politik
yang tertutup sehingga BRN tidak punya cara selain menggunakan pendekatan
bersenjata. Maksudnya BRN menyadari dengan cara bersenjata tidak membawa
penyelesaian, oleh karena itu BRN yakin penyelesaian politik yang bisa
menyelesaikan konflik dan keadaan perang ini.
Tegas BRN bahwa kesediaan mereka untuk kembali ke meja
perundingan tidak disebabkan karena melemahnya kekuatan bersenjata mereka di
lapangan. Tidak. Menghentikan tindakan kekerasan itu berpijak pada sejauh mana
proses perundingan dapat dicapai. Proses itu sendiri yang menentukan perjalanan
dan juga perubahan strageti BRN.
BRN juga memandang bahwa perundingan adalah implementasi
dari pelaksanaan mandat dan aspirasi dari rakyat Patani untuk menuju
penyelesaian konflik perang. Bagi perundingan damai haruslah melibatkan
orang-orang yang diberi wewenang untuk berunding dan sesuai dengan norma-norma
intenasional dan terhindar dari rekayasa. Hal ini karena memandang penyelesaian
konflik lewat dialog damai adalah bahagian dari kerja membangun kepercayaan.
[1] Mara
Patani sebuah Kelompok untuk berkomitmen menyelesaikan konflik di wilayah
selatan "melalui dialog politik secara damai (santhisuk). Lihat di: Mara, Maju dan Mundur Proses Dialog Damai Patani, http://dangerofpatani.blogspot.my/2015/09/proses-dialog-damai-setengah-hati.html.
[2] Pada
tahun 2013 dimana adanya penandatanganan “A General Concencus Document on a
Peace Negotiation Process” oleh pemerintah Thailand yang di wakili oleh NSC
(National Security Council) dan kelompok pejuang pembebasan Patani di Thailand
Selatan yang di wakili oleh BRN (Barisan Revolusi Nasional) yang menyetujui
akan adanya pertemuan yang membahas tentang konflik Thailand Selatan dan
menyetujui Malaysia sebagai Fasilitator dalam pertemuan ini.
Penandatanganan ini dilaksanakan pada tanggal 13
Februari 2013 di Malaysia, penandatanganan ini disaksikan langsung oleh Perdana
Menteri Thailand Yingluck Shinawatra dan oleh Perdana Menteri Malaysia Datuk
Seri Najib Tun Razak.
Pada pertemuan ini dideklarasikan bahwa kedua
perwakilan pihak yang berkonflik siap untuk melihat akan segala pilihan politik
yang memungkinkan dalam penyelesaian konflik. dalam hal ini pemerintah Thailand
menganggap BRN sebagai representasi dari pada pejuang Patani dan menyetujui
bahwa pertemuan ini berjalan dibawah konstitusi Thailand. Sebagai tambahan,
kedua belah pihak setuju atas Malaysia sebagai Fasilitator dalam pertemuan ini.
(The Nation, Deep South can expect
nothing from the government of Yinluck)