"Jika Kau datang untuk menolongku, kau buang-buang waktu saja. Tetapi jika kau datang karena kebebasanmu terikat dengan kebebasanku, maka mari kita bekerja bersama". Lila WatsonKonflik di Thailand Selatan masih terus berlanjut, sulit untuk melihat bagaimana inisiatif yang akan mengubah pandangan pemerintah. Dua tentara Thailand tewas, dan 20 lainnya luka-luka akibat serangan bom dari kelompok pemberontak di wilayah selatan negeri itu, Kamis (14/9/2017).
Serangan ini terjadi saat junta Thailand mengadakan
pembicaraan dengan kelompok MARA (Majlis Amanah Rakyat) Patani di Kuala Lumpur
pada 12 September lepas, MARA selalu mengaku kelompaknya mewakili pemberontak
yang ingin mendirikan 'zona keamanan' di selatan. "Zona keamanan" itu
merupakan bentuk gencatan senjata terbatas dalam konflik yang telah bergulir
sejak tahun 2004.
Namun, para pengamat mengatakan, faksi utama dengan komando
dan kontrol atas pemberontak tidak terlibat pembicaraan dengan pemimpin militer
Thailand dalam MARA Patani. (lihat di: http://dangerofpatani.blogspot.my/2017/06/pemerintah-kudeta-thailand-tolak.html).
Lagi sebuah bom meledak di lokasi pembangunan jalan di
Pattani daerah Saiburi pada Jumat (22/9). Ledakan menewaskan enam tentara dan
melukai yang lain. Insiden itu menyusul peristiwa serupa di pinggiran jalan
Yaha, kota Yala pada pekan lalu (14/9). Saat itu, dua tentara tewas dan 20
lainnya menderita luka-luka.
Berlakunya bom membunuh enam tentara Thailand di daerah
Saiburi itu, berita local mengatakan setelah didapati kerajaan Siam-Thailand dan MARA
yang akan bersetuju menentukan berhubung pelaksanaan zon selamat di daerah
Saiburi wilayah Pattani.
PATANI di Selatan Thailand dengan pendudukan mayoritas etnik
Melayu yang berbatasan dengan Malaysia itu telah lama diguncang kekerasan dan
pemberontakan. Lebih dari satu dekade pemberontak melancarkan perlawanan
terhadap kerajaan Siam-Thailand.
Sebuah wawancara khusus untuk BBC Thai bersama Angkatan
Bersenjata Revolusioner Nasional – BRN (Lihat di: http://www.bbc.com/thai/thailand-41434654?ocid=socialflow_facebook
) yang merupakan gerakan berpengaruh dalam konflik berdarah selama 13 tahun di
Thailand selatan- menyatakan,
Kerusuhan di Patani disebabkan oleh konflik politik, bukan karena
konflik ekonomi atau teroris. Jika anda (Kerajaan Siam-Thailand) ingin
memecahkan masalah politik, anda harus melakukan hal politik. "Kata juru
bicara BRN.
" ia kerajaan Siam-Thailand berusaha mengirim pasukan
dan senjata ke wilayah Patani selama 13 tahun, , namun juga ia (pemerintah
Thailand) tidak dapat penyelesaian masalah yang berlaku, kita perlu
berkomunikasi melalui proses rundinagn. Jika kerajaan Siam-Thailand masih berusaha pendekatan
dengan strategi kekuatan milter, konflik ini tidak ada akan berakhir."
Selama sepuluh tahun terakhir ini, pemerintah telah
menghabiskan ratusan miliar baht termasuk anggaran militer. Pembangunan ekonomi
dan pendidikan sampai ke daerah. Tapi kerusuhan itu tetap masih ada. Lebih dari
6.800 orang tewas dalam rangkaian
konflik berkepanjangan itu.
Rungrawee berpendapat bahwa
sebenarnya usul awal persyaratan BRN untuk pengamat asing untuk pembicaraan
damai itu merupakan bagian penting dalam membantu kesuksesan menangani konflik
yang berterusan. (Lihat di: https://dangerofpatani.blogspot.my/2017/04/surat-brn-pasca-bom-dan-proses-menuju_11.html).
"Apa yang ada saat ini adalah stasis yang menyakitkan
yang telah terjadi selama bertahun-tahun. Berbicara damai juga tidak bisa
berjalan, demikian juga pemerintah tidak berhasil ditekan dengan guna
ketenteraan”, ujar lanjut Rungrawee, kandidat PhD di Australian National
University Coral Bell Sekolah Urusan Asia Pasifik, sebagai seorang analis untuk
International Crisis Group.
Tambah Juru bicara BRN mengatakan bahwa negosiasi dengan
kelompok MARA Patani, BRN tidak terlibat, ini hanya saja "cosmetic” atau
"kulit".
"Pemerintah Thailand tahu bahwa negosiasi tersebut
tidak dapat dinegosiasikan dengan wakil yang tepat dan benar, namun negosiasi itu
hanya digunakan sebagai topeng untuk mengatakan bahwa ia (kerajaan
Siam-Thailand) ingin melihat kedamaian ..." komentar pengamat analis Anthony
Davis dari Grup IHS-Jane di Thailand berbicara dengan BBC Thailand.
Wilayah selatan Thailand menjadi saksi bisu bentrokan selama
lebih dari satu decade antara pasukan militer Thailand dan Pejuang Pembebasan
Melayu Patani. Suara bom dan tembakan menjadi realitas sehari-hari bagi warga
sipil di wilayah yang dijaga ketat oleh tentara dan polisi itu.
Sebelum dicaplok pada 1909 silam, tiga provinsi paling
selatan Thailand seperti Pattani, Yala, dan Narathiwat dan sebahgian daerah
Songkla merupakan bagian dari kesultanan Melayu PATANI yang independen.